Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tampaknya menjadi pasar modal yang nyaman bagi perusahaan atau calon emiten untuk menggelar penawaran umum saham perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Bahkan untuk pertama kalinya selama lebih dari 20 tahun, Indonesia berhasil melampaui Hong Kong. Pasalnya, Indonesia memimpin pangsa pasar perhelatan IPO di kawasan ASEAN.
Pada semester pertama 2023, sudah ada 44 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI. Adapun total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 33,9 triliun.
Baca Juga: IPO Zeus Batal, Valuasinya Memang Premium tapi Kinerja Keuangan Ciamik
Capaian ini juga berhasil ditorehkan BEI di tengah penurunan tren IPO secara global. Ernst & Young (EY) melaporkan sudah ada 615 perusahaan melakukan IPO dengan nilai US$ 60,9 miliar.
Adapun volume IPO tersebut turun 5% sepanjang tahun berjalan ini alias year to date (ytd). Penggalangan dana dalam IPO pun ikut anjlok 36% secara tahunan atau Year on Year (YoY).
Kendati begitu, potensi IPO di pasar dalam negeri pun dinilai masih bakal merekah di sisa tahun ini, bahkan di 2024 mendatang. Ini terlihat dari antrian IPO di pipeline penawaran perdana saham.
Mengacu data per 28 Juli 2023, BEI melaporkan masih ada 39 perusahaan dalam pipeline pencatatan. Kebanyakan calon emiten itu merupakan perusahaan dengan aset skala menengah.
Strategy and Transactions Partner EY Indonesia Sahala Situmorang mengatakan sektor yang paling populer untuk go public ialah sektor industri dan material.
Baca Juga: Bank Muamalat Siap IPO di November
"Ini didorong oleh pesatnya industrialisasi di Indonesia dan meningkatnya jumlah perusahaan yang ingin memanfaatkan peluang melimpahnya sumber daya alam Indonesia," kata akhir pekan lalu.
Di sisi lain, BUMN juga tengah menjalani inisiatif restrukturisasi strategis, yang salah satunya dilakukan dengan melakukan privatisasi perusahaan melalui divestasi minoritas.
Adapun jalan yang memungkinkan untuk divestasi tersebut ialah dengan melakukan IPO. Mutakhir, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang baru melantai di Bursa pada 24 Februari 2023.
"Pasar IPO Indonesia diperkirakan akan mempertahankan kekuatan dan momentum di kuartal berikutnya, mengingat reformasi struktural Indonesia dan fundamental pertumbuhan yang tinggi," imbuhnya.
Setali tiga uang, CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menilai IPO di Indonesia masih mampu untuk tumbuh karena ditopang oleh beberapa katalis.
Mulai dari meningkatnya tingkat inklusi dan literasi, porsi investor yang masih punya potensi tinggi hingga prospek ekonomi Indonesia yang relatif stabil dalam jangka panjang.
"Permintaan masih relatif tinggi untuk kebutuhan pendanaan di pasar modal oleh perusahaan. Terlebih daya tarik hingga 2023 masih tetap ada," ucap Praska.
Kerek Target Pencatatan
Seiringan dengan tingginya minat penggalangan dana di pasar modal. BEI pun mengerek target pencatatan efek baru di 2023 ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna bilang awalnya pihaknya memasang target untuk masing-masing instrumen, tapi sekarang target direvisi dengan total pencatatan efek baru.
Baca Juga: Ekspansi MPX Logistics (MPXL) Mengangkut Cuan dari Material Konstruksi
"Bursa telah merevisi target jumlah pencatatan efek baru menjadi 200 untuk seluruh instrumen. Bursa memberikan perhatian dan upaya kepada semua instrumen," kata Nyoman, Kamis (27/7).
Awalnya, BEI mencanangkan bisa memboyong 57 perusahaan baru untuk IPO. Namun hingga 28 Juli 2023, sudah ada 51 perusahaan anyar yang mencatatkan sahamnya di bursa.
Nyoman membeberkan sebuah IPO bisa dikatakan berhasil ketika ekspektasi dan tujuan IPO yang ditetapkan oleh pemegang saham dan jajaran manajemen dapat terpenuhi.
"Keberhasilan IPO tidak hanya ditentukan dari besar dana yang diperoleh di primary market tapi juga performa di secondary market," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News