Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas |
JAKARTA. Mata uang rupiah seperti kehilangan rem, nilainya terus jatuh terhadap dollar AS. Pelemahan rupiah ini termasuk yang terparah dibandingkan mata uang negara Asia Tenggara lainnya. Rupiah sudah melemah enam hari penuh, menuju pelemahan terpanjang sejak 15 September 2011.
Menurut data Bloomberg, rupiah sempat melandai ke Rp 9,837 per dollar AS. Namun kemudian pada pukul 13.30 WIB, nilai tukar (USD/IDR) membaik ke 9.743.
Direktur Currency Management Group Farial Anwar mengemukakan kejatuhan rupiah tergolong paling parah di antara negara Asia Tenggara lainnya. "Depresiasi rupiah sangat anomali dengan pasar modal yang terus reli," kata Farial kepada KONTAN, Rabu (9/1).
Dia memprediksi tekanan atas mata uang garuda akan terus berlanjut, bahkan bisa lebih keras dibanding tahun 2012 lalu. Sebab kini, pasokan dollar sangat jauh lebih sedikit dibandingkan permintaan dollar AS yang melonjak tajam.
Selain faktor global, meningkatnya selera risiko dan kebutuhan korporasi akan dollar AS, Farial melihat ancaman lain berasal dari kekhawatiran masyarakat yang berlebihan tentang isu redenominasi rupiah. "Telah terjadi panic buying karena mereka takut dengan redenominasi, nilai rupiah akan turun," jelas Farial.
Pengetahuan pelaku pasar mengenai redenominasi itu belum paham benar. Kata Farial, masyarakat menyamakan redenominasi dengan sanering. Padahal keduanya jelas berbeda.
Beli Dollar
Dengan kecenderungan teknikal yang terus anjlok, Farial merekomendasikan pelaku pasar untuk ambil aksi beli dollar. Walaupun sepertinya bakal susah cari dollar AS.
Sedangkan, Kepala Divisi Treasury, Nurul Etti Nurbaeti menyarankan pelaku pasar yang memegang (USD/IDR) untuk ambil aksi wait and see. "Jual atau beli dollar AS sesuai keperluan saja," saran Nurul.
Nurul bilang saat ini keseimbangan rupiah masih di level 9.700-9.800-an per dollar AS. Dia berharap regulator mencegah rupiah ke arah Rp 10.000.
Berbeda dengan Nurul, Farial melihat ada peluang rupiah terus anjlok ke Rp 10.000 per dollar AS. "Bank indonesia (BI) tentunya akan terbatas menggunakan cadangan devisa untuk menyelamatkan rupiah, walaupun mestinya ada beberapa kebijakan moneter yang lain untuk menyelamatkan rupiah," terang Farial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News