kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jaga obligasi tetap menarik, BI tak perlu pangkas suku bunga


Senin, 09 Maret 2020 / 18:31 WIB
Jaga obligasi tetap menarik, BI tak perlu pangkas suku bunga
ILUSTRASI. Petugas memantau grafik pergerakan penjualan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Dealing Room Divisi Tresuri BNI, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 33,45 poin atau 0,54% ke 6.196,89. ANTARA FOTO/Muhammad Adim


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya tekanan di pasar keuangan saat ini, Bank Indonesia (BI) diharapkan untuk menahan pemangkasan suku bunga acuannya. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk menjaga spread antara surat utang Tanah Air dengan US Treasury tetap menarik ke depannya.

Pengamat Pasar Modal Anil Kumar menilai, dengan banyaknya tekanan yang terjadi di pasar keuangan awal pekan ini (9/3), kebutuhan BI untuk kembali memangkas suku bunga acuannya semakin mengecil. Apalagi, bulan lalu BI sudah memangkas suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin (bps) ke level 4,75%.

Baca Juga: Saham teknologi AS berguguran, investor ambil untung karena cemas wabah corona

"Untuk meredakan tekanan, maka selisih suku bunga harus lebar antara Indonesia dengan Amerika. Dengan begitu akan terjadi stabilitas di jangka pendek," jelas Anil kepada Kontan, Senin (9/3).

Meskipun begitu, Anil mengakui bahwa Bank Sentral masih punya ruang untuk memangkas suku bunga acuannya hingga ke level 4% tahun ini, dengan asumsi Bank Sentral AS (The Fed) memangkas suku bunga acuannya (FFR) 50bps lagi. Di mana, masing-masing kemungkinan akan dilakukan di Maret 2020 sebanyak 25bps dan sisanya 25bps di April 2020.

Namun, untuk saat ini Anil menekankan bahwa BI belum perlu mengikuti tren penurunan tersebut dan fokus pada stabilitas pasar Tanah Air. Mengingat, pemangkasan BI7DRR dinilai Anil hanya akan membuat nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi terhadap dolar AS.

"BI harus menunggu hingga bank sentral negara-negara G7 selesai melakukan monetary easingnya, kemungkinan itu akan terjadi dalam 1-3 bulan ke depan," ungkapnya.

Dengan tidak memangkas BI7DRR, Anil memperkirakan arus modal asing akan masuk kembali ke Tanah Air, karena selisih bunga antara Indonesia dengan negara-negara G7 akan melebar.

Baca Juga: Demam virus corona diprediksi masih menjegal pergerakan IHSG di pekan depan

Alhasil, ini akan membuat pasar keuangan Indonesia lebih menarik sebagai tujuan investasi ketimbang negara-negara G7.

Sejalan dengan masuknya dana asing, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diyakini bakal kembali menguat. Itu diikuti Balance of Payment yang akan surplus sebab portfolio investment mulai masuk dan likuiditas di dalam negeri akan lebih baik lagi sehingga suku bunga akan turun secara natural.

"Tapi kalau suku bunga dipangkas, ketidakpastian akan meningkat, nilai tukar melemah sebab risiko meningkat akibat kondisi global. Sehingga pemotongan suku bunga malah akan backfire mengingat indonesia merupakan negara dengan current account deficit," paparnya.

Anil juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi bakal melemah selama satu semester, tapi akan kembali pulih setelah virus Corona mereda dan diharapkan terjadi di musim panas atau saat vaksin ditemukan.

Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Semester I-2020 bakal di bawah 5%, sejalan dengan pelemahan ekonomi di negara lain.

Namun, Anil menekankan menjaga stabilitas nilai tukar dan likuiditas dalam negeri saat ini adalah prioritas, dengan harapan bisa mengundang portfolio investment atau dana asing kembali.

Baca Juga: Analis: Sentimen positif dari global belum mampu mengerek IHSG pekan depan

Sementara itu, dia merekomendasikan investor untuk terus berinvestasi pada reksadana pendapatan tetap, khususnya yang memiliki mayoritas berinvestasi di obligasi pemerintah dengan durasi panjang. "Investor perlu tetap tenang dan tetap rasional," tegasnya.

Anil juga mengingatkan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah untuk tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 6,75%, artinya dalam 5 tahun investor lokal maupun asing bisa mendapatkan return hampir 34%.

Perhitungan tersebut memungkinkan terjadi apabila imbal hasil dan mata uang stabil. Jika dibandingkan dengan investasi di US treasury 10 tahun yang memberikan imbal hasil hanya 0,8% atau return 4% dalam 5 tahun maka terdapat selisih return 30%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×