kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Iuran BPJS Kesehatan naik, begini dampaknya ke emiten farmasi


Kamis, 02 Juli 2020 / 20:07 WIB
Iuran BPJS Kesehatan naik, begini dampaknya ke emiten farmasi
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak 1 Juli 2020, tarif iuran peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan resmi naik.

Berdasar catatan Kontan.co.id, kenaikan tarif ini berlaku bagi peserta kelas I yang sebelumnya Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per peserta per bulan.  Sedangkan, kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per peserta per bulan.

Sementara, untuk kelas III tarif iuran peserta juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan. Hanya, untuk kelas III ini, peserta cukup membayar tarif iuran Rp 25.500 dan sisa iurannya disubsidi pemerintah sebesar Rp 16.500 per peserta.

Baca Juga: Ini kata Kemenkeu tentang penurunan bantuan untuk BPJS Kesehatan kelas III di 2021

Adapun kenaikan ini berdasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Menanggapi hal ini, emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berharap kenaikan iuran itu bisa meningkatkan posisi cashflow BPJS Kesehatan. Sehingga, pembayaran ke industri farmasi nantinya bisa lebih lancar dan tepat waktu. 

"Layanan obat Kalbe selama ini terus dilakukan walaupun BPJS ada masalah cashflow," jelas Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/7). 

Sejauh ini, piutang yang dikantongi KLBF dari BPJS Kesehatan bervariasi, antara Rp 200 miliar hingga Rp 250 miliar. Adapun selama ini layanan obat KLBF ke BPJS Kesehatan belum terlalu besar, akan tetapi jumlahnya terus mengalami pertumbuhan. 

Vidjongtius menjelaskan, perbaikan cashflow BPJS Kesehatan tidak akan berdampak langsung terhadap penjualan obat KLBF. Sehingga ke depan, tren penjualannya akan sama saja. Kebutuhan obat untuk BPJS Kesehatan telah ada perencanaan yang melibatkan perusahaan maupun pihak BPJS Kesehatan. 

Di sisi lain, emiten farmasi pelat merah PT Indofarma Tbk (INAF) menjelaskan bahwa pihaknya belum dapat memperhitungkan dampak kenaikan iuran itu terhadap perusahaan. Sebab, dampaknya akan bergantung pada payment chain mulai dari pihak BPJS Kesehatan ke rumah sakit, serta dari rumah sakit ke industri farmasi. 

"Kami belum dapat memberikan kepastian kewajiban Rumah Sakit (RS) dibayar BPJS Kesehatan tepat waktu. Demikian pula kewajiban RS ke industri farmasi apakah dibayarkan sesuai dengan jadwal," jelas Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno kepada Kontan.co.id, Kamis (2/7). 

Baca Juga: Iuran peserta PBI BPJS Kesehatan tahun ini ditanggung pemerintah pusat

Herry mengaku, hingga saat ini piutang BPJS Kesehatan terhadap INAF mencapai sekitar Rp 50 miliar. 

Pada penutupan perdagangan, Kamis(2/7), mayoritas saham farmasi yang berkapitalisasi pasar (market cap) triliunan ditutup di zona hijau. 

Saham INAF dan KLBF misalnya, masing-masing mencatatkan kenaikan 2,54% dan 2,05%. INAF ditutup di level Rp 1.010, sementara KLBF ditutup di level Rp 1.495. Kenaikan harga saham juga dialami oleh emiten plat merah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang menguat 3,64% ke level Rp 1.140. Hanya PT Phapros Tbk (PEHA) yang mengalami koreksi tipis, 0,38% menjadi Rp 1.300. 

Analis Panin Sekuritas Indonesia William Hartanto melihat, pertumbuhan harga pada saham-saham farmasi cenderung dipicu oleh keterlibatannya dalam memproduksi vaksin Covid-19. 

"Jadi, efek BPJS ini mungkin kecil," ungkap William ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/7). 

Oleh karenanya, selama pandemi Covid-19 belum usai, emiten farmasi masih memiliki prospek yang baik. Produk-produk farmasi juga menjadi lebih dibutuhkan untuk menjaga kesehatan. 

Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Okie Ardiastama melihat kenaikan yang dialami oleh emiten farmasi saat ini  sifatnya hanya sementara. 

"Kita perlu melihat dampak nyata dari kenaikan iuran tersebut terhadap BPJS Kesehatan," kata Okie ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/7). 

Lebih lanjut ia menjelaskan, apabila kondisi keuangan BPJS Kesehatan membaik, tentunya para emiten yang menjadi mitra ikut terdorong kinerjanya. 

Akan tetapi untuk saat ini, Okie belum bisa merekomendasikan emiten farmasi yang bisa dilirik. Mengingat mayoritas emiten farmasi memiliki likuiditas yang kurang baik. Sebenarnya KLBF cukup menarik, akan tetapi untuk saat ini harganya sudah dekat dengan titik puncak dan ada indikasi membentuk rising wedge. 

"Sehingga, apabila kenaikan dari KLBF tidak impulsif, maka ada peluang KLBF akan terkoreksi menuju Rp 1.350. Bullish confirmation berada di atas Rp 1.500 untuk KLBF," jelasnya lagi. 

Di sisi lain, William justru menganggap KLBF masih layak untuk dikoleksi. Ia menyarankan buy KLBF dengan target harga Rp 1.650. Untuk emiten terkait farmasi lainnya, William juga menyarankan buy SIDO dengan target harga Rp 1.400. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×