Reporter: Yuliani Maimuntarsih, Dina Farisah | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Rupiah keok di akhir pekan. Pemicunya, pelaku pasar meragukan hasil pemilihan presiden (pilpres) pada Juli mendatang bisa sesuai ekspektasi pasar.
Di pasar spot, Jumat (23/5), rupiah melemah terhadap 0,73% dibanding hari sebelumnya menjadi Rp 11.615 per dollar AS. Sejalan, kurs tengah Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan, rupiah melemah 0,39% ke Rp 11.560 per dollar AS.
Data Bloomberg menujukkan, dalam sepekan terakhir, rupiah sudah terpuruk 1,74%. Ini menempatkan mata uang berlambang Garuda ini sebagai yang terlemah di antara mata uang negara-negara Asia. Di posisi kedua dan ketiga terlemah ditempati yen Jepang dan baht Thailand yang masing-masing terdepresiasi 0,40% dan 0,31%.
Head of Research PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih menyebut, rupiah terpuruk meskipun dana asing (capital inflow) kini sedang membanjir. Secara year to date, dana asing yang masuk ke pasar saham mencapai Rp 41 triliun. Sementara, hingga 19 Mei 2014, inflow di pasar obligasi senilai Rp 67 triliun.
Lana menilai, anomali ini lebih dipicu isu politik dalam negeri. Pasalnya, peta dukungan terhadap calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo & Hatta Rajasa cukup kuat. Hal ini menimbulkan keraguan bagi pelaku pasar yang semula optimistis terhadap pasangan Jokowi & Jusuf Kalla.
"Pasar menduga, pilpres mendatang bakal berlangsung cukup ketat,” ungkapnya, Jumat (23/5).
Analis PT Harvest International Futures, Tonny Mariano menambahkan, ketidakpastian politik Indonesia menyebabkan investor wait and see dalam menentukan langkah investasi.
Sementara, Head Treasury and Capital Market Bank CIMB Niaga, Mika Martumpal bilang, selain isu politik, rupiah juga tertekan karena pasar bereaksi terhadap rencana pemerintah merevisi APBN 2014. Rencananya, subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan.
Artinya, pengeluaran pemerintah bakal bertambah dan memperbesar defisit negara. Belum lagi, antisipasi kenaikan impor jelang Ramadan.
Di sisi lain, Tonny bilang, dollar AS memang cukup kuat. Ini lantaran, data-data ekonomi AS belakangan ini cenderung positif. Meskipun, klaim pengangguran per pekan lalu meningkat, namun masih di bawah rata-rata mingguan.
Bahkan, indikator manufaktur dilaporkan membaik. Data flash manufacturing PMI AS bulan April dirilis 56,2, naik dibanding bulan sebelumnya, yaitu 55,4. "Ini menahan laju rupiah," paparnya. Belum lagi, kata Tonny, pasar lebih memilih memegang dollar sebagai mata uang safe haven, seiring konflik politik di Thailand.
Meski data ekonomi Indonesia yang akan dirilis relatif bagus, Mika menduga, tidak cukup kuat mengangkat nilai tukar rupiah. Perkembangan politik pemilu akan menjadi penggerak utama rupiah.
Prediksi Mika, pekan depan, rupiah bergerak dalam range 11.400-11.600. Sementara, Lana memperkirakan, penguatan rupiah terbatas di kisaran 11.450-11.550.
Adapun, hingga semester I-2014, Mika melihat, kemungkinan rupiah tertekan ke posisi 12.000. Ini bisa terjadi, jika ekspektasi pasar terhadap hasil pemilu meleset.
Sebaliknya, Lana melihat, masih ada peluang rupiah menguat ke kisaran 10.800-11.000 hingga akhir tahun ini. "Ini bisa tercapai apabila hasil pemilu presiden sesuai ekspektasi pasar," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News