Reporter: Danielisa Putriadita, Nathania Pessak, RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhempas ke level terendah sejak Juli 2016. Data Bloomberg, Jumat (27/10), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) senilai Rp 13.609. Ini merupakan level terendah sejak Juli 2016.
Sejumlah sentimen negatif diproyeksi masih akan menekan rupiah hingga akhir tahun. Namun tekanan pada rupiah berpotensi mereda di bulan Desember nanti.
Analis menilai, pelemahan rupiah pekan lalu lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama rencana Bank Sentral AS The Federal Reserve menaikkan suku bunga akhir tahun ini. Probabilitas kenaikan suku bunga AS yang semakin tinggi meningkatkan performa dollar AS. Saat ini, indeks dollar AS di level 94,92.
Indeks dollar akhir tahun bisa mencapai level 104," ujar Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih. Lolosnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) AS juga membuat pasar optimistis reformasi pajak yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump akan terealisasi. Dus, Lana melihat, saat ini dollar AS sulit diungguli oleh rupiah.
Selain itu, Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede mengatakan, keputusan European Central Bank (ECB) memperpanjang stimulus hingga September 2018 membuat dollar AS kian menguat.
Sementara dari domestik, permintaan dollar cukup tinggi. Apalagi, sejumlah perusahaan multinasional harus membayar dividen interim atau membayar utang dalam dollar AS. Dalam situasi saat ini, Josua memperkirakan Bank Indonesia akan membatasi kebijakan pelonggaran moneter. "Cukup berisiko bila BI memangkas suku bunga kembali," kata Josua.
Mereda di Desember
Depresiasi rupiah, menurut ekonom Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto merupakan antisipasi kenaikan suku bunga The Fed. Tapi pada bulan Desember, ia memprediksi, pelemahan rupiah akan sedikit berkurang.
Sudah price in di Oktober dan November jadi nanti di Desember sudah balik lagi, ujar Rully. Situasi ini, menurutnya, sudah pernah terjadi di tahun 2015 dan 2016. Kelak ketika yield obligasi sudah naik hingga di atas 7%, investor asing akan kembali masuk ke pasar obligasi. Nilai tukar rupiah pun bisa pulih.
Mata uang Garuda juga berpotensi menguat jika pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III membaik. Tapi jika ekonomi melambat dan inflasi meningkat, rupiah bakal kembali tertekan.
Research & Analyst Valbury Asia Lukman Leong menilai, data domestik Indonesia akan berperan untuk menahan kejatuhan rupiah. "Data domestik cenderung netral positif dan mampu menahan rupiah," tandas Lukman. Apalagi kenaikan suku bunga The Fed sebenarnya sudah diantisipasi sejak lama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News