Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga komoditas energi seperti minyak dunia, gas alam, serta batubara memanas di tengah meningkatnya tensi konflik di Timur Tengah. Perang yang berkepanjangan bakal menjadi pendukung bagi prospek harga komoditas energi.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengamati, lonjakan harga minyak lebih dari 2% dilatarbelakangi oleh serangan Israel terhadap Iran pada Jumat (19/4) dini hari. Harga minyak Western Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan sekitar US$85 per barel dan Brent di level US$88 per barel pada Jumat (19/4).
“Minyak mendapatkan daya tarik hari ini di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran, setelah seorang pejabat AS mengonfirmasi bahwa rudal Israel telah menghantam sebuah lokasi di Iran,” ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Jumat (19/4).
Meski saat ini tensi sudah mulai menurun, Sutopo mengatakan bahwa sentimen perang ini kemungkinan tidak bakal cepat mereda. Eskalasi konflik bisa membawa harga minyak mentah kembali meningkat.
Baca Juga: Konflik Timur Tengah Mengangkat Harga Minyak, Ini Emiten yang Bakal Meraup Berkah
Dia melihat, area support minyak mentah WTI berada di US$ 80 per barel dengan resistance pada US$ 87 per barel. Sementara harga minyak Brent memiliki support di area US$ 84 per barel dan resistance di area US$ 91,54 per barel.
“Terlepas dari itu, perang hanya sebagian aspek yang berpengaruh terhadap harga minyak. Faktor permintaan dan ketersediaan pasokan mengambil andil lebih besar terhadap harga minyak dunia,” imbuh Sutopo.
Sutopo menambahkan, pada umumnya kenaikan harga minyak mentah dunia juga akan berkaitan pada harga komoditas energi lainnya seperti gas alam dan batubara. Walaupun dampaknya mungkin tidak begitu signifikan.
Mengutip tradingeconomics, Jumat (19/4) sore, harga minyak Brent berada di level US$86 per barel, setelah harganya sempat melonjak hingga lebih dari US$ 90 per barel. Sementara harga minyak WTI saat ini diperdagangkan di posisi US$ 82,5 per barel.
Baca Juga: Konflik di Timur Tengah Kian Memanas, Emiten Komoditas Siap Mendulang Berkah
Harga batubara Newcastle berjangka juga terpantau naik di atas US$ 136 per ton pada bulan April, mendekati level tertinggi tahun ini. Sedangkan, harga gas alam berjangka Amerika Serikat (AS) naik lebih dari 3% menjadi di atas US$ 1,77 per MMBtu.
Sutopo bilang, gas alam bersifat musiman. Permintaan umumnya meningkat di saat mendekati musim dingin. Batubara juga sangat tergantung dari permintaan dari negara konsumen, apakah kelebihan stok atau mengalami peningkatan dalam kebutuhan.
“Permintaan yang terus meningkat dari negara-negara importir utama seperti China dan India dapat mendukung kenaikan harga batubara,” kata Sutopo.
Adapun China sebagai konsumen terbesar batubara di dunia, melanjutkan kebijakan untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga batubara guna meningkatkan keamanan energinya dan melawan meningkatnya ketegangan geopolitik dan volatilitas nilai tukar mata uang asing sejak pandemi. Dengan demikian batubara masih mendapat dukungan.
Baca Juga: Tren Harga Batubara Bisa Makin Panas Mengekor Eskalasi Perang Iran-Israel
Sentimen lainnya dari kondisi suplai, apakah dapat berjalan normal atau mengalami halangan pengiriman. Selain itu, tentu harga batubara dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, kebijakan bank sentral, dan perubahan dalam pasokan dan permintaan.
“Semua faktor ini berperan dalam membentuk sentimen pasar terhadap harga batubara ataupun gas alam,” tutur Sutopo.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa serangan Israel terhadap Iran cukup mengagetkan investor, meskipun kabar serangan balasan tersebut sudah terdengar sejak akhir pekan lalu. Sehingga, investor saat ini banyak mencari aset lindung nilai (safe haven) untuk mengamankan asetnya.
Ibrahim memperkirakan, indeks dolar AS kemungkinan bakal menguat ke level 108, harga emas diproyeksi terbang ke level US$2.500 per ons troi, sementara harga minyak mentah mungkin bisa ke level US$90 per barel. Rupiah pun diperkirakan kembali tertekan, menyusul spekulasi bahwa serangan Israel hari ini hanyalah aksi awal.
“Iran diharapkan tidak lakukan serangan balasan untuk stabilkan ekonomi global,” ungkap Ibrahim, Jumat (19/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News