Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) bakal melangsungkan penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) pada 27 November mendatang. Analis menilai prospek DIVA cukup bagus ke depannya.
DIVA akan melepas 214.285.700 saham ke publik dengan harga penawaran sebesar Rp 2.950 per saham. Dengan demikian, perusahaan ini akan mengantongi dana segar senilai Rp 632,14 miliar dari IPO.
Dalam proses penawaran saham, DIVA mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 5,6 kali. Dana hasil IPO, sebesar 55% digunakan untuk peningkatan modal kerja, 40% untuk investasi bidang teknologi informasi, dan 5% untuk pengembangan SDM.
Setelah IPO, DIVA berencana fokus membangun platform digital diantaranya dengan terus meningkatkan analisis data, teknologi dan pengembangan jaringan. Infrastruktur platform digital tersebut bisa dipakai berbagai macam industri termasuk telekomunikasi, digital traveler asistance, saham hingga industri health care.
Untuk IPO ini, DIVA akan lebih fokus kepada investor institusi yang umumnya lebih tertarik berinvestasi secara jangka panjang (long term investor) ketimbang investor ritel. Komposisinya adalah 35% asing dan 65% lokal.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, prospek DIVA ke depan cukup bagus. "Melihat produknya, saya lihat cukup prospektif. Tinggal emiten harus banyak sosialisasi untuk memperkenalkan produknya ke masyarakat," jelasnya kepada kontan.co.id, Rabu (21/11).
William juga menilai, harga penawaran saham DIVA cukup murah. "Dan mengenai oversubscribed tidak selalu berarti bagus. Sebab banyak juga yang oversubscribed tapi malah turun," tambahnya.
Lalu soal upaya DIVA yang melirik investor institusi ketimbang ritel, ia menilainya sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk mengantisipasi agar tidak dikejar target return yang diharapkan investor jangka pendek.
William juga menyebut, melihat fitur produk DIVA yaitu MiFi dan juga aplikasi yang berfungsi sebagai one stop service untuk traveler dengan dukungan kecerdasan buatan tentu akan memerlukan proses lama untuk membuahkan hasil yang bagus dan maksimal. "Jadi tugas utama emiten adalah berupaya untuk mendapatkan pengguna sebanyak-banyaknya di sini," imbuhnya.
Senada, analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan, fokus bisnis DIVA adalah memberikan pelayanan jasa atau konsultasi terkait sistem informasi dari suatu perusahaan. "Mengingat saat ini telah memasuki masa digital, maka jasa atau layanan seperti ini akan semakin dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Oleh sebab itu peluang bisnisnya masih sangat besar," tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Valdy, fokus DIVA lebih ke business to business (B2B) dan ini sesuai dengan produk yang ditawarkan DIVA.
Ia juga menilai, harga penawaran saham DIVA relatif murah. "Mengingat perusahaan sejenis mengalami oversubscribed yang lebih besar. Misalnya MCAS yang oversubscribed 10,69 kali. Lalu NFCX 9,8 kali. Dan YELO yang oversubcribed 10,27 kali," paparnya
Berdasarkan proyeksi yang dibuat penjamin pelaksana emisi efek DIVA yaitu Kresna Sekuritas, Trimegah Sekuritas Indonesia dan Sinarmas Sekuritas, pendapatan DIVA diperkirakan mencapai Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun pada akhir 2019 nanti, dari proyeksi akhir tahun 2018 yang ditargetkan sebesar Rp 1,1 triliun hingga Rp 1,2 triliun. Proyeksi pendapatan di akhir tahun 2018 ini lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar Rp 1,7 triliun.
Sementara dari sisi laba bersih pada akhir tahun depan diprediksi akan naik menjadi Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar, dari proyeksi akhir tahun ini yang sebesar Rp 7 miliar hingga Rp 9 miliar. Adapun pada akhir 2017, laba bersih DIVA sebesar Rp 2,2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News