Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas, KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah menggelar lelang Surat Utang Negara (SUN), hari ini. Target indikatif perolehan dana yang dipatok pemerintah dalam lelang ini Rp 5 triliun.
Analis memperkirakan tawaran investor yang akan masuk dalam lelang kali ini tidak akan sebesar sebelumnya. "Kondisi ekonomi saat ini tidak terlalu banyak perubahan, jadi dalam lelang juga tidak ada perubahan signifikan. Bahkan, minat investor akan sedikit menurun dibanding sebelumnya," tutur manajer investasi Batavia Prosperindo Aset Manajemen Angky Hendra, kemarin (20/2).
Pasar sendiri memang tidak ngoyo mengejar yield tinggi. Pada penutupan perdagangan obligasi akhir pekan lalu, harga rata-rata obligasi justru menguat. Padahal lazimnya sebelum lelang pelaku pasar biasanya menekan turun harga SUN, sehingga bisa memperoleh yield tinggi.
Indeks SUN yang dihimpun oleh Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) Jumat lalu mencapai 97,6. Angka itu naik tipis ketimbang indeks SUN seminggu sebelumnya, 97,05.
Sementara yield SUN seri FR0055, salah satu seri yang bakal dilelang hari ini, cuma naik tipis menjadi 8,3% ketimbang hari sebelumnya. Yield SUN seri FR0053 yang juga bakal dilelang malah turun dari posisi 8,9% di Kamis menjadi 8,85% akhir pekan lalu.
Pelaku pasar tidak lagi mengincar yield tinggi lantaran sudah cukup nyaman dengan kondisi fundamental Indonesia saat ini yang masih cukup baik. Bandingkan pula dengan kondisi pasar negara lain yang sudah tidak terlalu menarik lagi.
Analis obligasi Trimegah Securities Imam MS menilai pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang belum maksimal dan masalah utang yang membelit Eropa membuat investor memilih menempatkan dana di emerging market. "Termasuk di Indonesia," papar Imam.
Investor juga memandang positif tingkat inflasi di Indonesia. Apalagi Kementerian Keuangan memprediksi sampai akhir Februari inflasi hanya akan sebesar 0,3%-0,5%. "Jadi tidak serta-merta BI rate akan naik lagi," papar Imam.
Analis memperkirakan, harga SUN ke depan tidak banyak bergerak dari posisi sekarang. Apalagi pasar juga masih mewaspadai kisruh politik di Timur Tengah. Pelaku pasar khawatir hal itu akan menaikkan harga minyak mentah dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News