Reporter: Danielisa Putriadita, Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan reksadana pendapatan tetap tumbuh paling kencang tahun ini. Maklum, sejumlah investor institusi berusaha memenuhi aturan investasi di surat berharga negara (SBN) lewat produk reksadana.
Data Infovesta Utama memperlihatkan, dana kelolaan reksadana pendapatan tetap November lalu tumbuh 3,51% secara month on month (mom) jadi Rp 99,34 triliun. Secara year to date (ytd) dana kelolaan reksadana pendapatan tetap melonjak 51,03%.
Sementara dana kelolaan reksadana saham bulan lalu sebesar Rp 123,20 triliun, tumbuh 3,25% mom dan 4,36% ytd. Dana kelolaan reksadana campuran sebesar Rp 25,88 triliun, turun 0,88% mom tapi naik 19,04% ytd.
Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan reksadana pendapatan tetap naik signifikan karena adanya subscription dari para klien institusi. "Mungkin mereka ingin mencapai pemenuhan peraturan OJK," kata Soni, kemarin.
Pertumbuhan dana kelolaan reksadana pendapatan tetap, menurut Managing Director, Head Sales and Marketing Henan Putihrai Asset Management Markam Halim, tidak lepas dari membaiknya pasar obligasi nasional. “Dengan demikian banyak manajer investasi yang mau masuk ke obligasi,” kata dia.
Sekadar informasi, dana kelolaan seluruh produk reksadana milik HPAM hingga akhir November lalu mencapai Rp 5 triliun. Adapun dana kelolaan reksadana pendapatan tetap manajer investasi ini di kisaran Rp 100 miliar.
Tahun 2018
Edbert Suryajaya, Head of Research & Consulting Services Infovesta Utama juga sependapat. Menurut dia, dana kelolaan reksadana pendapatan tetap melonjak jelang akhir tahun ini karena investor lembaga keuangan non bank berlomba-lomba memenuhi kewajiban investasi di SBN. Selain itu, kenaikan nilai investasi di SBN membuat investor ritel tertarik masuk ke reksadana berbasis obligasi.
Namun Edbert memprediksi kinerja reksadana pendapatan tetap di 2018 tidak akan setinggi pencapaian kinerja di 2017. Dus, pertumbuhan dana kelolaan reksadana tersebut di 2018 juga tidak akan setinggi tahun ini.
Sentimen yang mempengaruhi adalah suku bunga acuan di dalam negeri sudah rendah dan kemungkinannya kecil untuk turun lagi. Apalagi, The Fed sudah menaikkan suku bunga dan akan kembali menaikannya pada tahun depan.
Selain itu, pergerakan yield obligasi juga sudah cukup rendah. "Dibandingkan dengan negara tetangga, dengan rate yang sama, sekarang yield Indonesia sudah tidak semenarik seperti awal tahun 2017," kata Edbert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News