Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar masih selektif memilih saham emiten yang bergelut di industri kimia. Analis melihat investor masih wait and see menunggu realisasi kinerja emiten serta efek volatilitas harga minyak terhadap industri kimia dan turunannya.
Contohnya pada saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Salah satu pemain utama di industri petrokimia ini gencar menggelar aksi korporasi di awal 2023. Di antaranya rencana akuisisi dua entitas anak PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) di bidang listrik dan air.
Tapi, aksi korporasi TPIA belum mampu mengangkat pergerakan harga sahamnya. Saham anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) masih melemah 10,12% secara year to date ke level harga Rp 2.310.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham DMAS, ENRG, dan TMAS dari Ajaib Sekuritas untuk Jumat (10/2)
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya melihat sebagian saham emiten industri kimia bergerak sideways cenderung koreksi, lantaran prospeknya mengekor fluktuasi harga minyak dunia. Pada awal tahun ini, harga minyak berfluktuasi dalam waktu relatif singkat.
Faktornya beragam. Mulai dari imbas geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, hingga dampak pembukaan ekonomi China.
"Sentimen-sentimen tersebut memberi ketidakpastian terhadap outlook harga minyak tahun ini," kata Cheril kepada Kontan.co.id, Kamis (16/2).
Direktur HR & Corporate Affairs TPIA Suryandi membenarkan, kondisi makro ekonomi global masih menjadi faktor penentu kinerja Chandra Asri. Tantangan datang dari faktor eksternal, seperti fluktuasi harga bahan baku dan permintaan luar negeri yang melambat.
Meski begitu, sektor petrokimia masih tertolong dengan tingginya permintaan di pasar domestik. Apalagi komposisi produk TPIA untuk konsumsi dalam negeri mencapai 90%.
"Kami melihat tahun 2023 permintaan domestik masih tetap tinggi karena produk kami menyokong sektor industri lainnya, seperti otomotif, mesin, elektronika, konstruksi, hingga aplikasi rumah tangga," terang Suryandi kepada Kontan.co.id, Kamis (16/2).
Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani turut melihat industri kimia tahun ini masih bisa tumbuh, ditopang oleh pasar dalam negeri. Tampak dari aktivitas manufaktur PMI Index Indonesia pada Januari 2023 masih ekspansif pada level 51,3.
Hal ini mencerminkan permintaan domestik masih kuat, sehingga mampu mendorong aktivitas manufaktur.
"Permintaan produk di pasar domestik pada industri petrokimia hulu sangat besar, sebagai pemasok bahan baku ke industri turunannya," sebut Chisty.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, memandang investor masih akan selektif. Arjun menyoroti, produk industri kimia sangat bervariasi, sehingga investor akan mencermati prospek produk yang dihasilkan emiten serta kinerja bisnisnya.
Arjun mencontohkan pelemahan harga saham TPIA tak lepas dari kinerja keuangannya yang berbalik membukukan kerugian per kuartal ketiga 2022 lalu. Apalagi TPIA juga masih overvalued dibandingkan rata-rata emiten di sektornya.
Baca Juga: Gencar Diversifikasi Bisnis, Indika Energy (INDY) Akuisisi 46% Saham Natura Aromatik
"Prospeknya memang bagus berdasarkan aksi ekspansi, tapi wajar belum translasi ke kinerja harga sahamnya. Kemungkinan butuh waktu untuk pasar," kata Arjun.
Berbeda dengan PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) yang masih mampu melanjutkan penguatan harga saham di awal tahun ini. Bergerak di bidang energi dan kimia melalui kilang LPG dan pabrik amoniak, Cheril ikut menyoroti ESSA yang justru menghirup angin segar dari kenaikan harga pupuk dan gas.
"Fluktuasi harga komoditas mempengaruhi emiten kimia, tapi bergantung komoditas apa yang terkait dengan mereka. Bisa menguntungkan atau merugikan," kata Cheril.
Menurut Cheril, investor masih bisa menjadikan saham emiten kimia sebagai pilihan untuk trading jangka pendek hingga menengah. Saran Cheril, hold saham ESSA dengan target harga di Rp 1.040.
Dia juga masih merekomendasikan hold TPIA dengan target harga Rp 2.400. Kemudian, buy induk usaha TPIA, yakni BRPT yang sedang naik breakout resistance dengan target harga Rp 1.000.
"Didukung dari tren penurunan harga minyak," ungkap Cheril.
ESSA juga menjadi saham pilihan Chisty. Dia memproyeksikan kenaikan kinerja ESSA akan berlanjut, seiring lonjakan signifikan harga ammonia global. Selain itu, ESSA juga berekspansi pada bisnis ammonia biru.
Saran Chisty, buy saham ESSA pada area Rp 975 - Rp 985 dengan target harga Rp 1.075 dan stoploss jika ambles ke level Rp 925. Selain ESSA, Chisty juga merekomendasikan saham BRPT dengan target harga di Rp 940.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News