Reporter: Albertus M. Prestianta, Wahyu Satriani A.W. | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Hari ini lelang Surat Berharga Negara Syariah (SBSN), alias sukuk, dijadwalkan berlangsung. Pemerintah menargetkan perolehan dana Rp 1 triliun.
Yang dilelang kali ini adalah empat sukuk berbasis proyek seri lama (reopening) dan satu seri baru berjenis SPN-S 11102012, yang jatuh tempo 11 Oktober 2012.
Empat seri project based sukuk (PBS) tersebut adalah PBS001 dengan tingkat imbalan 4,45% dan jatuh tempo 15 Februari 2018. Lalu, PBS002 yang jatuh tempo 15 Januari 2022, berkupon 5,4%. Seri PBS003 berimbal hasil 6%, jatuh tempo 15 Januari 2027, dan PBS004 yang jatuh tempo 15 Februari 2037, berkupon 6,1%.
Yudhistira Slamet, analis obligasi Danareksa Sekuritas, memperkirakan, sebagian besar peserta lelang sukuk kali ini adalah perusahaan asuransi dan pengelola dana pensiun lokal. Dua jenis investor itu mengincar imbalan lebih besar yang ditawarkan sukuk negara ketimbang obligasi konvensional.
Selain itu, pasar perdana jadi pilihan karena memburu instrumen tersebut di pasar sekunder cenderung sulit. "Perkiraan saya, penawaran bisa oversubscribed 1,5 kali," ujarnya, kemarin (9/4).
I Made AS, analis obligasi NC Securities, memprediksi, PBS001 akan laku dengan yield berkisar 5,5%-5,6%. Untuk PBS002, imbal hasilnya 5,8%-5,9%. Lalu, yield PBS003 berkisar 6,3%-6,4%. Terakhir, PBS004 diperkirakan akan diserap dengan yield sekitar 6,8%-6,9%.
"Investor akan banyak masuk ke tenor panjang dengan meminta imbal hasil tinggi," tutur dia. Yudhistira menambahkan, selama sepekan mendatang, pasar sukuk cenderung sepi peminat. Penundaan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi sentimen negatif pasar obligasi.
Rentang yield surat utang pemerintah berdenominasi rupiah dengan surat utang pemerintah berdenominasi dollar AS, makin tipis. Misalnya, seri FR0060 bertenor lima tahun yield-nya 5,1%. Sedangkan global bond RI bertenor sama ditambah swap rate berkisar 4,9%-5%. "Selisihnya bisa 3,5% lebih tinggi dari obligasi pemerintah rupiah," kata dia.
Investor asing cenderung menahan diri untuk menempatkan dana di obligasi pemerintah domestik. Penyebabnya adalah kekhawatiran terhadap tekanan inflasi dan risiko nilai tukar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News