Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing kembali melirik pasar keuangan domestik. Menguatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed disinyalir menjadi pemicu utama.
Berdasarkan data transaksi 13 – 16 Mei 2024, nonresiden atau investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto atau inflow sebesar Rp22,06 triliun. Ini menambah tren positif aliran modal asing masuk pada pekan pertama dan kedua Mei 2024 dengan total Rp 22,84 triliun.
Secara rinci, inflow di pekan ketiga Mei 2024 terdiri dari beli neto Rp 5,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,40 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 19,17 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Chief Dealer Fixed Income & Derivatives PT Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo menilai, faktor utama yang mendorong terjadinya foreign net capital inflow sepekan lalu merupakan rangkaian perilisan data ekonomi AS yang menunjukkan pendinginan.
Baca Juga: Jurus BI Ampuh, Dana Asing Kembali Mengalir Deras ke Pasar Keuangan Domestik
Di antaranya data ketenagakerjaan, perumahan & real estate, data produksi, dan yang paling utama data tingkat inflasi yang pertama kali menunjukkan penurunan dalam waktu 6 bulan perilisan datanya.
“Pendinginan ekonomi AS dan mulai menurunnya tingkat inflasi diterjemahkan pasar sebagai sinyal the Fed untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneternya,” jelas Fudji kepada Kontan.co.id, Senin (20/5).
Fudji melihat, utamanya pasar mulai memprediksikan adanya 2 kali penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) di tahun 2024 ini. Dengan asumsi tersebut, investor cenderung menempatkan asetnya pada instrumen lain yang memberikan imbal hasil lebih tinggi seperti aset di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Nilai tambah bagi Indonesia sendiri karena Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan suku bunga menjadi 6,25%. Hal itu telah menyebabkan proyeksi gap antara BI rate dan FFR relatif ataupun dibandingkan obligasi pemerintah negera lain menjadi lebih besar, sehingga membuat investasi di Indonesia dipandang lebih menguntungkan.
Tak hanya itu, lanjut Fudji, inflow di pasar keuangan domestik turut memberikan sumbangsih terhadap penguatan rupiah. Dalam sepekan lalu, rupiah ditutup menguat 0,57% week to week (wtw) di pasar spot. Sementara di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menguat 0,64% wtw.
Fudji memproyeksi, apabila pengendalian tingkat inflasi AS terkonfirmasi positif dalam tren penurunan yang terkendali, efeknya secara probabilitas juga akan mengkonfirmasi tren dovish dari suku bunga acuan mereka.
Baca Juga: Capital Inflow Masuk Rp 22,06 Triliun di Pekan Ketiga Mei 2024
Dengan begitu, investasi di emerging market akan dipandang sebagai salah satu alternatif investasi yang diperhitungkan sehingga dapat memberikan sumbangsih pada penambahan arus masuk yang lebih signifikan.
Akan tetapi terdapat beberapa hal yang perlu diwaspadai, diantaranya narasi The Fed masih akan mempertahankan suku bunga higher for longer untuk menunggu perilisan data ekonomi AS berikutnya. Ini berguna untuk dapat mengkonfirmasi pengendalian tingkat inflasi AS, sehingga menimbulkan variabel ketidakpastian pada peramalan pergerekan suku bunga FFR.
Selain itu, Fudji menambahkan, perkembangan konflik geopolitik global juga perlu diwaspadai karena dapat memberikan pengaruh pada keputusan investor dalam memilih aset investasi. Terlebih aset pada negara berkembang juga terbilang sangat sensitif terhadap risko settlement apabila terjadi ekskalasi konflik geopolitik.
“Ketika terjadi krisis investor cenderung meninggalkan aset berisiko tinggi seperti aset di negara berkembang dan beralih ke aset yang lebih aman seperti US Treasury dan emas,” kata Fudji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News