Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) mendapat sorotan publik. Kasus kematian bayi bernama Tiara Debora di RS Mitra Keluarga Kalideres berdampak negatif bagi pergerakan harga saham MIKA di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sepanjang perdagangan Senin (11/9), saham MIKA merosot hingga 70 poin atau 3,32% ke posisi Rp 2.040 per saham. Bukan hanya itu, saham MIKA sempat menyentuh level Rp 1.950 per saham. Ini merupakan level terendah sejak Juli 2017. Pada 4 Juli, harga MIKA ada di posisi Rp 1.890 per saham. Ini masih menjadi rekor harga saham terendah MIKA sejak awal tahun.
Pasar modal memang reaktif terhadap isu terutama yang negatif. Apalagi, jika isu itu terkait kinerja emiten. "Soal pencabutan izin yang menjadi perhatian investor," ungkap Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest, kepada KONTAN kemarin.
Maklum, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan, RS Mitra Keluarga Kalideres bisa dikenakan sanksi bila terbukti bersalah memperlakukan bayi Debora sehingga meninggal karena terlambat ditangani. Sanksinya bisa berupa pidana hingga yang terberat: pencabutan izin. Namun Kementerian Kesehatan masih menunggu hasil temuan tim investigasi. Hasilnya keluar dua hari setelah investigasi.
Joyce V. Handjani, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Mitra Keluarga Karyasehat, menolak berkomentar terkait kasus kematian bayi Debora terhadap kinerja saham MIKA.
Jika dicermati lebih lanjut, tekanan terhadap saham MIKA terjadi sejak lama. Selama JuniJuli lalu menjadi tekanan terbesar bagi saham MIKA. Mulai awal tahun, saham MIKA anjlok 21%. Tekanan yang terus terjadi datang dari sentimen kinerja emiten rumahsakit ini. Pada semester I 2017, pendapatan MIKA turun 2% year-on-year (yoy) menjadi Rp 1,23 triliun. Laba bersih mereka juga menyusut 5% (yoy) jadi hanya Rp 365 miliar. Menurut Aditya, kinerja tersebut berada di bawah konsensus analis.
Analis Maybank Kim Eng Sekuritas Clarence Ryan menilai, kinerja MIKA memang jauh di bawah ekspektasi. "Laba bersih MIKA hanya setara 48% dari konsensus full year 2017," ujar dia dalam riset 5 September.
Felicia Trenseno, Analis CIMB Sekuritas, menjelaskan, pemicu penurunan saham karena tak semua rumahsakit milik MIKA melayani pasien BPJS. Ini membuat kunjungan pasien MIKA lebih sedikit dibanding rumahsakit lain. "Ini juga akan memberikan efek negatif untuk sejumlah rumahsakit baru MIKA," jelas Felicia di riset 11 September.
Aditya sependapat. Soal pasien BPJS justru yang membuat kinerja MIKA tertekan. Ia menambahkan, kinerja MIKA yang lebih baik pada 2016 juga karena di periode itu banyak kasus demam berdarah. Tapi, hingga kini belum terlihat kejadian luar biasa seperti tahun lalu yang bisa mengerek kinerja MIKA. "Kasus Debora menjadi puncak segala tekanan bagi MIKA," ungkap dia.
Bagi yang belum memiliki saham MIKA, Aditya tak merekomendasikan masuk. Kecuali, jika investor hanya ingin transaksi dalam jangka pendek.
Felicia pun menurunkan rekomendasi menjadi hold, dengan target Rp 2.100 per saham. Ia juga merevisi prediksi earning per share (EPS) MIKA jadi 9% hingga 30%, seiring potensi penurunan jumlah pasien mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News