kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Investor Cabut dari Saham Emiten Teknologi, Simak Prospek Kinerjanya


Selasa, 16 Juli 2024 / 20:37 WIB
Investor Cabut dari Saham Emiten Teknologi, Simak Prospek Kinerjanya
ILUSTRASI. Prospek kinerja emiten teknologi di tengah rencana sejumlah investor yang keluar dari sejumlah emiten teknologi


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten teknologi kembali menghadapi tantangan, yaitu rencana investor untuk mencabut investasinya dari bisnis mereka.

Terbaru, GIC tengah menimbang opsi untuk menjual kepemilikan minoritas di portofolionya yang cukup menonjol, yaitu PT Bukalapak Tbk (BUKA) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Asal tahu saja, GIC adalah sovereign wealth fund kelas kakap asal Singapura.

Saat ini, GIC mempunyai kepemilikan saham di EMTK dan BUKA lewat Archipelago Investment Pte. Ltd. Melansir RTI, Archipelago Investment saat ini menguasai 9,73 juta saham atau setara 9,45% modal setor di BUKA.

Selain lewat Archipelago Investment, GIC juga memiliki kepemilikan langsung di BUKA. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), GIC dan Archipelago Investment secara total memiliki 11,33 juta saham atau setara dengan 11,001% modal setor di BUKA.

Informasi ini seperti dikutip dari Dealstreet Asia pada 16 Juli 2024. Sayangnya, belum ada informasi terkait berapa total dana persis yang dikeluarkan GIC untuk memiliki saham tersebut.

Baca Juga: Menakar Potensi Rotasi Sektor & Saham Unggulan Analis Saat Laju IHSG Tertahan

Yang jelas, menurut catatan KONTAN, GIC sempat mengeluarkan dana ke Bukalapak sebesar US$ 234 juta pada April 2021. Saat itu, GIC berinvestasi ke BUKA bersama dengan Microsoft dan EMTK.

GIC juga memegang kepemilikan saham di EMTK lewat Archipelago Investment. Melansir RTI, Archipelago Investment memiliki 4,29 miliar saham atau setara 7% dari total saham EMTK.

Berbeda dengan nasib GIC di BUKA, perusahaan investasi itu sempat melakukan aksi ambil untung alias profit taking pada EMTK. 

Aksi ini dilakukan setelah jumlah saham EMTK dan kepemilikan GIC bertambah menjadi 10 kali lipat akibat aksi stock split dengan rasio 1:10 dilakukan EMTK pada 8 Januari 2021. 

Tercatat, pada Mei 2021 hingga Juli 2021 GIC secara bertahap melego 207,88 juta saham EMTK. Belum ada informasi terkait berapa keuntungan yang dikantongi GIC dari aksi tersebut.

Lalu, pada 12 September 2022, GIC kembali melepas 8 juta saham EMTK. Sehari kemudian, GIC kembali melepas saham EMTK sebanyak 2,48 juta saham. Kedua transaksi itu tercatat di data Kustodian Efek Indonesia (KSEI).

Belum ada informasi juga terkait berapa keuntungan yang dikantongi GIC dari kedua transaksi di bulan September 2022 itu. Namun, pada 9 September 2022, tercatat ada transaksi crossing 5 juta saham di pasar negosiasi dengan harga Rp 9,21 miliar atau Rp 1.842 per saham.

Sementara, harga rata-rata saham EMTK pada 9-12 September 2022 sebesar Rp 1.827 per saham di pasar reguler. Artinya, GIC bisa meraup dana Rp 19,16 miliar di bulan September 2022. Keuntungannya mencapai 232,79% atau sekitar Rp 13,41 miliar.

Melansir RTI, harga saham EMTK saat ini berada di level Rp 440 per saham. Sementara, saham BUKA di level Rp 130 per saham.

Baca Juga: Realisasi Dana IPO Emiten Rendah, Simak Rekomendasi Sahamnya

Praktisi Pasar Modal Hans Kwee melihat, langkah melego saham emiten teknologi itu disebabkan karena para investor tidak melihat prospek pada emiten teknologi di masa depan.

Apalagi, persaingan di industri tekno masih sangat ketat. Sampai saat ini, Hans melihat tidak ada pemenang di industri ini alias tidak ada emiten teknologi yang punya kinerja baik, khususnya mereka yang punya segmen bisnis e-commerce.

Hal ini disebabkan para pengguna e-commerce masih sangat sensitif dengan harga. Alhasil, perubahan harga produk dan penurunan promo bakal memengaruhi pembelian para pengguna. 

“Untuk tetap bersaing, para pelaku industri teknologi perlu tetap memasang promo. Artinya, para emiten akan tetap membakar uang. Hasilnya, investor pun cabut,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).

Terkait prospek ke depan, kinerja emiten teknologi masih relatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya. 

“Mereka masih harus bakar uang untuk mempertahankan pertumbuhan, bahkan juga untuk mempertahankan pangsa pasar,” paparnya.

Hans pun melihat kinerja emiten teknologi, khususnya dengan segmen bisnis utama e-commerce bakal masih lama untuk bisa meraih untung. Alhasil, investor pun lari.

“Kinerja emiten teknologi dengan segmen bisnis non e-commerce masih lebih baik kinerjanya,” tuturnya.

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, alasan cabut atau tidaknya para investor di saham teknologi merupakan bagian dari langkah strategi investasi.

“Jika mereka memutuskan untuk pergi, itu berarti mereka telah mencapai target investasi atau justru rugi dan memilih investasi di sektor yang lebih menguntungkan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).

Nico melihat, kinerja emiten teknologi yang fokus pada produk infrastruktur teknologi bisa lebih prospektif jika dibandingkan dengan segmen bisnis e-commerce. 

”Sebab, infrastruktur teknologi akan selalu dibutuhkan untuk perkembangan dunia digital dalam jangka waktu panjang,” tuturnya.

Alhasil, Nico juga belum merekomendasikan saham emiten teknologi.

Director Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, peralihan investasi dari dan ke sektor teknologi dipengaruhi oleh term of investment para investor yang sudah berakhir.

Dengan cabutnya para investor dari saham teknologi, para emiten teknologi harus tetap bisa menjaga kinerja ke depan. 

“Emiten-emiten tersebut harus dapat menjaga pangsa pasarnya dengan mencari sumber dana lain pada ekspansi bisnis, sehingga tidak tergantung dari dana para investor strategis,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).

 

Tantangan utama para emiten teknologi berasal dari sisi peningkatan layanan produk, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan dapat memenuhi beban biaya mereka.

“Emiten teknologi itu sangat membutuhkan maintenance cost alias biaya pemeliharaan untuk tetap menjaga bisnis mereka,” paparnya.

Strategi para emiten teknologi pun berbeda-beda, sesuai dengan segmen bisnis utama mereka. Misalnya, emiten teknologi di bidang infrastruktur, seperti PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC) dan PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL) pasti punya strategi yang berbeda dengan emiten dengan segmen bisnis e-commerce, seperti soal kinerja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan BUKA.

Sebagai catatan, MTDL mencatatkan laba bersih Rp 147,3 miliar pada periode Januari–Maret 2024, atau tumbuh 0,7% secara tahunan alias year on year (YoY). Sementara, ATIC mencatatkan laba Rp 49 miliar di kuartal I 2024, turun 19% yoy.

Di sisi lain, GOTO dan BUKA masih merugi hingga kuartal I 2024, meski mencatatkan pemulihan. GOTO yang per kuartal I-2024 membukukan rugi bersih Rp 862 miliar atau susut 78% yoy dari Rp 3,86 triliun di kuartal I-2023.

Lalu, BUKA masih mencatatkan rugi bersih Rp 41,96 miliar per kuartal I 2024, meskipun ini turun 95,83% yoy.

Reza pun merekomendasikan beli untuk MTDL, PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH), PT DCI Indonesia Tbk (DCII), PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX), dan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) dengan target harga masing-masing Rp 775 per saham, Rp 86 per saham, Rp 43.700 per saham, Rp 137 per saham, dan Rp 1.070 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×