Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
Hans pun melihat kinerja emiten teknologi, khususnya dengan segmen bisnis utama e-commerce bakal masih lama untuk bisa meraih untung. Alhasil, investor pun lari.
“Kinerja emiten teknologi dengan segmen bisnis non e-commerce masih lebih baik kinerjanya,” tuturnya.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, alasan cabut atau tidaknya para investor di saham teknologi merupakan bagian dari langkah strategi investasi.
“Jika mereka memutuskan untuk pergi, itu berarti mereka telah mencapai target investasi atau justru rugi dan memilih investasi di sektor yang lebih menguntungkan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).
Nico melihat, kinerja emiten teknologi yang fokus pada produk infrastruktur teknologi bisa lebih prospektif jika dibandingkan dengan segmen bisnis e-commerce.
”Sebab, infrastruktur teknologi akan selalu dibutuhkan untuk perkembangan dunia digital dalam jangka waktu panjang,” tuturnya.
Alhasil, Nico juga belum merekomendasikan saham emiten teknologi.
Director Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, peralihan investasi dari dan ke sektor teknologi dipengaruhi oleh term of investment para investor yang sudah berakhir.
Dengan cabutnya para investor dari saham teknologi, para emiten teknologi harus tetap bisa menjaga kinerja ke depan.
“Emiten-emiten tersebut harus dapat menjaga pangsa pasarnya dengan mencari sumber dana lain pada ekspansi bisnis, sehingga tidak tergantung dari dana para investor strategis,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (16/7).
Tantangan utama para emiten teknologi berasal dari sisi peningkatan layanan produk, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan dapat memenuhi beban biaya mereka.
“Emiten teknologi itu sangat membutuhkan maintenance cost alias biaya pemeliharaan untuk tetap menjaga bisnis mereka,” paparnya.
Strategi para emiten teknologi pun berbeda-beda, sesuai dengan segmen bisnis utama mereka. Misalnya, emiten teknologi di bidang infrastruktur, seperti PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC) dan PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL) pasti punya strategi yang berbeda dengan emiten dengan segmen bisnis e-commerce, seperti soal kinerja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan BUKA.
Sebagai catatan, MTDL mencatatkan laba bersih Rp 147,3 miliar pada periode Januari–Maret 2024, atau tumbuh 0,7% secara tahunan alias year on year (YoY). Sementara, ATIC mencatatkan laba Rp 49 miliar di kuartal I 2024, turun 19% yoy.
Di sisi lain, GOTO dan BUKA masih merugi hingga kuartal I 2024, meski mencatatkan pemulihan. GOTO yang per kuartal I-2024 membukukan rugi bersih Rp 862 miliar atau susut 78% yoy dari Rp 3,86 triliun di kuartal I-2023.
Lalu, BUKA masih mencatatkan rugi bersih Rp 41,96 miliar per kuartal I 2024, meskipun ini turun 95,83% yoy.
Reza pun merekomendasikan beli untuk MTDL, PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH), PT DCI Indonesia Tbk (DCII), PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX), dan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) dengan target harga masing-masing Rp 775 per saham, Rp 86 per saham, Rp 43.700 per saham, Rp 137 per saham, dan Rp 1.070 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News