Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Investor mulai kembali berinvestasi di pasar negara berkembang (emerging market). Penurunan tajam nilai mata uang negara-negara di kawasan Asia rupanya mampu menarik investor kembali masuk berinvestasi di kawasan ini.
Beberapa institusi keuangan besar saat ini mulai berburu mata uang Asia. Sydbank A/S, yang merupakan bank terbesar ketiga di Denmark mulai mengoleksi won Korea Selatan, rupiah dan mata uang India, rupee.
Sementara, perusahaan manajer investasi asal Amerika Serikat (AS), Franklin Templeton Investment menyebutkan saat ini mereka mulai berburu ringgit Malaysia dan yuan China. "Kami mengambil kesempatan dari pelemahan tersebut untuk meningkatkan portofolio di beberapa mata uang Asia," papar Michael Hasenstab, manajer investasi untuk produk Templeton Global Bond Fund, seperti dikutip oleh Bloomberg.
Ada beberapa hal yang menyebabkan para investor tadi berani menanamkan dananya di mata uang Asia. Pertama, investor menilai ekonomi negara-negara Asia relatif lebih aman dari ancaman resesi global. Negara-negara di kawasan tersebut terus menimbun cadangan devisa setelah mengalami krisis tahun 1997 silam.
Alhasil, investor melihat ekonomi negara-negara Asia sudah memiliki pondasi kuat untuk terus tumbuh. "Mereka menganggap ekonomi Asia jauh lebih bagus ketimbang ekonomi negara maju yang sangat terpengaruh krisis finansial," tandas Kepala Divisi Pengembangan PT Monex Investindo Futures, Apelles R.T. Kawengian, kemarin (3/11).
Kedua, investor juga yakin mata uang negara-negara Asia masih bisa memberikan keuntungan yang lumayan. Goldman Sach Group Inc. memprediksi nilai tukar won Korea Selatan bisa menguat sampai 10% dalam enam bulan ke depan. Sekadar catatan, sejak awal tahun, nilai tukar won terhadap dolar AS sudah turun sekitar 26%.
Ketiga, para investor asing mulai mengantisipasi kemungkinan Federal Reserve kembali memangkas suku bunganya. "Untuk mengantisipasi itu, mereka mulai kembali masuk ke emerging market," jelas A. Tony Prasetiantono, Kepala Ekonom Bank BNI. Maklum, selisih antara suku bunga The Fed dengan suku bunga negara-negara emerging market bakal bertambah lebar.
Jangan pangkas bunga
Oleh karena itu, Tony berharap agar Bank Indonesia (BI) tidak buru-buru menurunkan suku bunga. Ia lebih menyarankan BI menerapkan kebijakan penjaminan total (blanket guarantee) untuk menjaga nilai tukar rupiah, sekaligus untuk menarik investor asing masuk.
Alasannya, di kawasan Asia, baru Malaysia dan Singapura yang sudah menerapkan kebijakan blanket guarantee tersebut. "Kalau BI tidak melakukan hal itu, investor asing bisa saja lari ke dua negara tersebut," tandas Tony.
Namun terlepas dari hal tersebut, para analis sepakat mata uang Asia masih memiliki prospek bagus dan akan menguat. "Untuk jangka panjang, mata uang Asia bisa menunjukkan kinerja yang lebih baik," cetus Wilfred Sit, Chief Investment Officer Mirae, perusahaan manajer investasi asal Korea Selatan, seperti dikutip Bloomberg.
Analis memprediksi won bisa menguat sampai 1.250 won per dolar AS pada Maret tahun depan. Sementara rupiah bisa menguat sampai Rp 9.700 per dolar AS dalam waktu yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News