Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Test Test
JAKARTA. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat (AS) bagaikan penyakit kronis dan menular. Buktinya, akibat ketidakjelasan penyelesaian krisis tersebut, mata uang negara-negara Asia ikut melemah.
Pasalnya, krisis tersebut memperparah perlambatan ekonomi yang terjadi di AS. "Ketidakpastian kondisi perekonomian Amerika membuat para pelaku pasar semakin berhati-hati," kata dealer valas BRI, Rachmat Wibisono, Kamis (25/9). Alhasil, timbul kekhawatiran dari investor.
Tambah lagi, krisis finansial tersebut masih belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Dalam pidatonya, Presiden AS George W. Bush mengisyaratkan jika rencana penyelamatan pasar finansial dengan menyuntikkan dana sebesar US$ 700 miliar gagal, maka ekonomi AS akan masuk ke dalam bencana yang lebih besar.
Pernyataan tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar. Alhasil, kemarin sebagian besar mata uang Asia yang aktif diperdagangkan melemah terhadap dolar AS. Sampai Kamis (25/9) pukul 21.00 WIB, rupiah melemah 0,37% menjadi Rp 9.370 per dolar AS. Sementara ringgit Malaysia sempat melemah 0,14% menjadi RM 3,43 per dolar AS. Namun jam 21.00 WIB, ringgit berhasil menguat tipis ke RM 3,42 per dolar AS. Selain itu won Korea juga melemah tipis ke 1.50,8 won per dolar AS. Sejak awal tahun sampai 25 September, won sudah melemah 19,19% terhadap dolar AS.
Philip Wee, Ekonom Senior DBS Group Holdings Ltd. menganalisis nilai tukar mata uang negara-negara Asia cenderung melemah. "Kami telah menurunkan target nilai tukar mata uang Asia karena kami melihat pelemahan pada ekonomi negara-negara G3," tandas Philip kepada Bloomberg.
Menurut Philip, resesi yang terjadi di Jepang, Eropa dan Amerika bakal mempengaruhi fundamental negara-negara Asia, sehingga menyebabkan nilai tukar mata uang negara-negara Asia melemah.
Maklum, ekonomi negara-negara Asia banyak dipengaruhi oleh nilai ekspor. Dengan melambatnya ekonomi di negara-negara maju, otomatis nilai ekspor turun dan mempengaruhi fundamental ekonomi.
Dengan demikian, mata uang negara-negara Asia juga bakal melemah. "China dan Jepang yang akan paling banyak terkoreksi," kata Tony Prasetiantono, Ekonom BNI.
Indonesia sendiri menurut Tony akan terpengaruh kalau Jepang mengalami perlambatan. Pasalnya, nilai ekspor Indonesia ke Jepang cukup besar. Sekadar catatan, sampai Juli 2008 lalu neraca perdagangan Indonesia membukukan defisit US$ 270 juta. Wakil Presiden Yusuf Kalla juga sempat mengatakan, akibat pelemahan ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia turun dari 6,4% jadi 6,3%.
Tony melihat selama sekitar dua minggu ke depan rupiah masih akan bertahan di Rp 9.300 per dolar AS. Tapi, "Untuk jangka panjang, kemungkinan rupiah bisa menguat ke Rp 9.200 per dolar AS," imbuh Tony.
Sementara Philip Wee menargetkan sampai akhir tahun baht Thailand bakal turun hingga 36 baht per dolar AS. Saat ini baht masih bertengger di 33,94 baht per dolar AS. Selain itu, Joseph Tan, Kepala Ekonom Credit Suisse, seperti dikutip Bloomberg, menargetkan tiga bulan ke depan ringgit akan melemah ke RM 3,5 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News