Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana asing masih deras masuk ke bursa saham Indonesia. Mengutip data RTI Business, selama beberapa waktu terakhir investor asing rajin mencatatkan aksi beli bersih atau net buy.
Dalam sepekan terakhir, investor asing membukukan net buy hingga Rp 1,2 triliun. Capaian ini memperkokoh net buy investor asing yang terjadi sejak awal tahun atau year to date (ytd) yang mencapai Rp 14,94 triliun.
Analis Phillip Sekuritas Indonesia, Dustin Dana Pramitha, mengungkapkan, dilihat dari net flow secara harian dan secara ytd, belum sepenuhnya investor asing masuk ke dalam pasar equity. Mengingat, net buy investor asing sebelum pandemi pada tahun 2019 bisa mencapai Rp 49,2 triliun.
"Namun ada indikasi awal yang menunjukkan adanya optimisme investor asing terhadap saham-saham tertentu, termasuk saham berbasis komoditas yang saat ini memang sedang mengalami penguatan sebut saja batubara dan nikel," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (21/7).
Baca Juga: IHSG menguat pada Rabu (21/7), begini proyeksinya untuk besok
Selain itu, sikap dovish The Fed dinilai memicu investor asing kembali melirik instrumen investasi dengan tingkat risiko yang tinggi seperti saham. Sentimen penarik lainnya adalah harga komoditas seperti batubara dan nikel yang mendorong investor asing melihat adanya peluang yang baik di saham-saham berbasis komoditas.
Sepengamatannya, gencarnya vaksinasi hingga akhir tahun menjadi kabar baik bagi perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia. Ini akan mengimbangi sentimen kenaikan kasus baru Covid-19 yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
"Dan jika Indonesia bisa keluar dari krisis pandemi Covid-19 ini saya rasa ekonomi akan cepat pulih dan efeknya akan mempengaruhi equity market ke depannya, mengingat Bank Sentral US hingga 2023 akan tetap dovish terhadap kebijakan moneternya," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mencermati, investor asing yang masih mencatatkan net buy sepanjang tahun 2021 merupakan pertanda positif.
Ini mencerminkan investor asing yang melihat valuasi saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo atau bigcaps masih atraktif. Adapun saham-saham jumbo yang valusasinya menarik dan dilirik asing adalah TLKM, BBRI, BMRI, dan BBNI.
Baca Juga: Pengamat: IPO anak usaha BUMN idealnya dilaksanakan pada semester I tahun depan
Selain itu, masuknya investor asing mencerminkan optimisme bahwa Indonesia akan mampu melewati masa-masa kritikal dalam penangangan pandemi Covid-19.
"Meski hingga saat ini aksi beli asing ini belum memberikan dampak kenaikan signfikan pada IHSG, namun peluang kenaikan di semester II masih terbuka," ujar Anggaraksa, Rabu (21/7).
Kenaikan semakin mungkin terjadi apabila rencana initial public offering (IPO) beberapa unicorn dan calon emiten besar bisa terwujud di sisa tahun ini. Hal ini membuat investor asing akan memiliki lebih banyak pilihan menarik untuk menginvestasikan dananya di bursa saham Indonesia.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, Anggaraksa melihat momen ini dapat dimanfaatkan untuk memilih saham-saham yang dikoleksi asing, terutama yang belum mengalami kenaikan harga signifikan seperti TLKM, BBRI, BMRI, BBNI, dan KLBF. Ini menjadikan saham tersebut menarik untuk jangka menengah dan panjang.
Baca Juga: Harga turun signifikan, Bank BNI (BBNI) akan buyback saham hingga Rp 1,7 triliun
Sementara itu Dustin mencermati, investor bisa memanfaatkan kondisi konsistensi net buy investor asing dengan ikut mengoleksi saham-saham berkapitalisasi pasar besar. Dengan catatan, investor mencermati kondisi fundamental emitennya.
Khususnya bagi investor jangka panjang, ada baiknya mulai membeli secara bertahap saham-saham yang secara historis memiliki kinerja positif dan konsisten sebelum adanya pandemi.
"Harapannya ketika Indonesia bisa menyudahi pandemi ini, saham tersebut akan ikut bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai pulih," katanya.
Selain mencermati fundamentalnya, investor juga bisa menggunakan analisa teknikal sebagai acuan beli maupun jual, sehingga bisa mendapat momentum terbaik. Adapun secara teknikal Dustin cenderung menjagokan MDKA dan menyarankan menggunakan strategi buy on weakness.
Selanjutnya: PPKM Darurat Diganti PPKM Level 4, YLKI: Jangan Bikin Publik Bingung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News