Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah masih menjadikan bisnis bioskop dan distribusi film masih sebagai daftar negatif investasi (DNI). Namun, manajemen PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) mengatakan, masuknya investor Korea Selatan dan Hong Kong tidak melanggar aturan yang ada.
"Kami juga sempat khawatir, tetapi, legal opinion menyatakan dibolehkan," ujar Brata Perdana, Komisaris Utama BLTZ, Kamis (10/4).
Bisnis bioskop, lanjut dia, memang masih menjadi DNI. Namun, ketentuan itu berlaku jika investasi dilakukan secara langsung, bukan melalui pasar modal. Sehingga, masuknya investor asal Korea Selatan, Cheil Jedang (CJ) Corporation dan investor Hong Kong, IKT Holdings Limited setelah BLTZ mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai tidak melanggar aturan.
Seperti diketahui, CJ dan IKT menjadi pemegang saham BLTZ setelah melakukan konversi utang menjadi saham. BLTZ hari ini, selain menerbitkan 74,42 juta saham baru seri C dalam rangka penawaran perdana (IPO) juga menerbitkan 99,63 juta saham baru dengan seri yang sama untuk kedua kreditur BLTZ itu.
Informasi saja, sebelum konversi, 74,42 juta saham baru BLTZ setara dengan 31,26% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan setelah IPO. Namun, setelah IPO, porsi saham publik itu kemudian berkurang menjadi 22,02%.
Adapun, 99,63 juta saham baru itu jumlahnya setara dengan 29,5% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Sehingga, porsi kepemilikan saham mereka di BLTZ masing-masing sebesar 14,75%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News