Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi negara menjadi salah satu instrumen investasi yang masih berhasil membukukan kinerja positif di tengah ketidakpastian saat ini. Hal ini tercermin dari return yang ditawarkan obligasi negara sebesar 7,83% jika dihitung sejak akhir tahun 2019 hingga akhir kuartal III-2020.
Head of Fixed Income Sucor Asset Management Dimas Yusuf pun mengamini bahwa kinerja obligasi negara merupakan salah satu yang paling oke. Jika dibandingkan dengan kinerja saham, Dimas menilai yield obligasi negara alias surat utang negara (SUN) acuan 10 tahun yang mempunyai yield 6,8% punya upside yang lumayan.
“Saat ini secara year to date (ytd), obligasi negara return-nya sudah positif, reksadana dengan underlying surat berharga negara (SBN) juga sudah mencatatkan kinerja ytd yang positif. Belum lagi, dengan tingkat inflasi kita yang cukup rendah, real yield Indonesia jika dibandingkan dengan peers yang lain juga masih sangat tinggi,” kata Dimas kepada Kontan.co.id, Senin (5/10).
Dimas menyebut salah satu faktor yang berhasil menjaga kinerja obligasi negara adalah kemampuan investor domestik yang menjaga stabilitas pasar selepas investor asing berbondong-bondong menarik dana mereka dari Indonesia. Mayoritas investor domestik tersebut merupakan kelompok perbankan.
Baca Juga: Paling stabil tahun ini, pasar obligasi ditopang investor domestik
Dimas menilai hal tersebut wajar adanya mengingat bank punya likuiditas yang berlimpah, penyaluran kredit belum bisa berjalan normal, serta kemampuan membeli obligasi yang lebih besar dibanding investor lain.
Tak pelak, dengan dominasi investor dari kelompok perbankan, seri obligasi negara bertenor lima tahun pun menjadi incaran dan menjadi seri yang paling banyak diburu dalam sembilan bulan terakhir. Pasalnya, seri ini merupakan seri yang paling defensif terhadap volatilitas di pasar dan sesuai dengan profil investasi perbankan.
Kendati demikian, Dimas memperkirakan akan segera ada perubahan seri yang menjadi incaran. Belakangan, dia memperhatikan aliran dana mulai masuk ke seri menengah dan panjang. Salah satu faktornya adalah ketidakpastian terkait kebijakan burden sharing yang semakin jelas.
Baca Juga: Sinar Mas Multiartha (SMMA) menerbitkan obligasi dengan bunga hingga 10,25%
“Saat itu kan pasar masih khawatir, sehingga wajar seri pendek lebih diminati. Namun, kini mulai ada pergeseran ke seri jangka menengah dan panjang karena dari segi real yield lebih tinggi. Belum lagi, investor asing yang punya kebiasaan yield hunting perlahan mulai masuk ke pasar obligasi Indonesia,” tambah Dimas.
Dengan asing yang mulai melirik Indonesia padahal ketidakpastian masih tinggi, Dimas percaya prospek obligasi pemerintah ke depan semakin menarik. Apalagi investor perbankan yang masih perlu waktu untuk balik ke penyaluran kredit. Bahkan dia optimistis dana investor asing yang masuk bisa lebih besar dari sebelum pandemi silam.
“Pada akhirnya obligasi negara masih jadi pilihan instrumen yang menarik karena bagaimanapun ketidakpastian masih tinggi seiring adanya pemilu Amerika Serikat, hingga distribusi vaksin yang belum dapat dipastikan kesiapannya,” pungkas Dimas.
Baca Juga: Indonesia Infrastructure Finance terbitkan obligasi Rp 1,5 triliun, ini bunganya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News