Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inverted yield curve yang terjadi di pasar obligasi Amerika Serikat (AS) diprediksi tak akan berpengaruh buruk pada obligasi Indonesia. Bahkan, obligasi Indonesia diprediksi masih akan menarik di tahun 2023.
Sebagai informasi, inverted yield curve adalah kondisi di mana imbal hasil obligasi tenor 2 tahun lebih besar dibandingkan yield obligasi negara AS tenor 10 tahun.
Melansir Trading Economics, Minggu (2/4) pukul 14.05 WIB, yield obligasi tenor 2 tahun saat ini berada di 4,04%. Sementara, yield obligasi tenor 10 tahun adalah 3,47%.
Kedua tenor itu juga mengalami penurunan yield dalam sebulan terakhir. Yield obligasi tenor 2 tahun turun 0,85% MoM dan yield obligasi tenor 10 tahun turun 0,5% MoM.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan, pasar obligasi Indonesia masih menarik, karena tingkat inflasi Indonesia yang terkendali.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga mengindikasikan puncak suku bunga BI sudah tercapai.
Baca Juga: Inverted Yield Curve AS, Obligasi Indonesia Bisa Kena Dampak Positif
“Di sisi lain, kami menilai terdapat potensi terjadinya penurunan suku bunga acuan The Fed di Semester 2 tahun 2023. Hal ini berdampak positif bagi peningkatan harga obligasi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (31/3).
Rudiyanto memaparkan, inverted yield curve di AS yang semakin lebar merupakan salah satu prediksi akan terjadi resesi ekonomi di negara tersebut.
“Tingkat inflasi yang sudah turun, tapi masih cukup jauh dari target juga bisa menjadi penyebab terjadinya inverted yield curve,” paparnya.
Menurut Rudiyanto, yield curve US Treasury menjadi salah satu acuan yield obligasi Indonesia. Sehingga, ketika yield US Treasury mengalami koreksi, maka yield obligasi Indonesia juga akan mengalami koreksi.
“Yang membedakan adalah seberapa besar koreksi yang terjadi. Namun, kondisi tersebut tidak selalu berjalan searah,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang dikutip Panin AM dari PHEI pada tanggal 31 Maret 2023, yield obligasi Indonesia tidak mengalami inverted yield curve.
Dengan kata lain, yield obligasi tenor 5 Tahun (Yield 6,4436) masih berada di bawah level yield obligasi tenor 10 Tahun (Yield 6,7956).
“Lalu, tidak ada hubungannya kondisi ini dengan penjualan obligasi ritel, karena yield curve cenderung menjadi acuan investor institusi,” paparnya.
Rudiyanto mengatakan, yield wajar obligasi Indonesia di tahun 2023 menurut Panin AM adalah 6% - 6,5%.
Baca Juga: Alami Inverted Yield Curve, Ini Dampaknya ke Pasar Obligasi Dalam Negeri
Oleh karena itu, Rudiyanto pun menyarankan investor untuk tetap melakukan diversifikasi aset alokasi pada reksadana yang berbasis obligasi.
“Diversifikasi harus dilakukan sesuai dengan profil resiko, tujuan investasi, dan jangka waktu investasi masing-masing investor,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News