Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten perbankan masih mendominasi jajaran saham dengan kapitalisasi pasar (market capitalization) di atas Rp 100 triliun. Sebanyak 5 dari 10 saham big cap merupakan saham emiten perbankan.
Di posisi pertama masih dipimpin saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kapitalisasi pasar mendekati Rp 1.000 triliun, yakni sebesar Rp 927,64 triliun per Rabu (13/10). Kapitalisasi pasar BBCA saat ini bahkan sudah mengalahkan kapitalisasi pasar pada akhir 2020, yakni sebesar Rp 834,57 triliun.
Wajar saja, sejak awal tahun atau secara year-to-date (ytd), saham emiten perbankan swasta nasional ini menguat 11,15%. Dalam sepekan bahkan BBCA telah menguat 4,81%.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga masih mempertahankan posisinya di bawah BBCA. Emiten pelat merah ini memiliki market cap sebesar Rp 648,67 triliun, melebihi market cap pada akhir tahun 2020 sebesar Rp 514,35 triliun. Sejak awal tahun hingga saat ini, saham BBRI telah menguat 6,31%, dan dalam sepekan terakhir menghijau 3,88%.
Baca Juga: Menghijau, harga saham BBCA & BBRI kompak naik di perdagangan bursa Rabu (13/10)
Di posisi keempat ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan market cap senilai Rp 331,33 triliun. Jumlah ini juga sudah melampaui realisasi market cap BMRI pada akhir 2020 sebesar 295,16 triliun. Sejak awal tahun hingga saat ini, harga saham BMRI juga sudah menguat 12,25%, dan dalam sepekan terakhir menguat 7,58%.
Di posisi ketujuh terdapat saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) dengan kapitalisasi pasar Rp 169,74 triliun. Sejak awal tahun, saham perbankan digital ini melesat 215,90%.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menutup jajaran 10 besar saham dengan kapitalisasi pasar terbesar, yakni Rp 124,48 triliun. Market cap per penutupan perdagangan Rabu (13/10), juga sudah melampaui market cap pada akhir 2020 yang sebesar Rp 115,15 triliun.
Kokohnya saham-saham perbankan di jajaran big cap diikuti dengan kenaikan harga sahamnya belakangan ini. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama menilai, kenaikan pada saham bank ini seiring dengan pemulihan di sektor riil, yang dinilai dapat berdampak pada membaiknya kualitas aset serta distribusi kredit menjelang akhir tahun ini.
Hal tersebut tentu berdampak pada naiknya ekspektasi pelaku pasar terhadap proyeksi membaiknya kinerja emiten, yang direspons kenaikan harga sahamnya. “Kami melihat saham perbankan masih dapat mendominasi pergerakan IHSG menjelang akhir tahun,” terang Okie saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/10).
Rebound juga dialami saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Dalam sepekan, saham emiten barang konsumsi ini naik 22,95%. UNVR pun masih masuk dalam jajaran big cap, dengan kapitalisasi pasar Rp 200,29 triliun dan menempati posisi keenam.
Okie menilai, penurunan harga saham UNVR yang sudah cukup signifikan sejak awal tahun dinilai menjadi pemicu (trigger) bagi pelaku pasar untuk memanfaatkan momentum rebound tersebut. Terlebih saat ini indikasi membaiknya konsumsi masyarakat mengiringi ekspektasi terhadap perbaikan kinerja UNVR menjelang akhir tahun.
Okie mengatakan, investor dapat memanfaatkan momentum buy on weakness saham UNVR selama masih kuat terjaga di atas Rp 3.780, dimana indikasi dari perbailikan arah dimulai pada level tersebut.
Baca Juga: Kredit semakin meningkat, ini bank yang mencetak pertumbuhan paling tinggi
Secara valuasi, saat ini harga saham emiten perbankan big 4 diperdagangkan relatif wajar. Namun, jika mengacu pada peer to peer, saham BBNI dan BMRI relatif lebih rendah saat ini.
Okie merekomendasikan beli saham BBNI dengan target harga Rp 6.950, BBRI dengan target harga Rp 4.350, BMRI dengan target harga Rp 7.500, dan BBCA dengan target harga Rp 7.750. Okie juga merekomendasikan beli saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga Rp 3.930 per saham.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan juga merekomendasikan beli saham TLKM dengan target harga Rp 4.020. Steven menilai, prospek TLKM ditopang oleh Telkomsel, terkait masih solidnya ekspektasi permintaan data seiring besarnya kaum generasi milenial dengan kategori technology savy. Selain itu, Indihome sebagai fixed broadband juga dinilai kuat untuk segmen internet rumahan.
“Rencana initial public offering (IPO) anak usaha TLKM, yakni Mitratel juga bisa menjadi katalis positif,” terang Steven kepada Kontan.co.id, Rabu (13/10). Mitratel dinilai bakal lebih mampu mencapai skala efisiensi operasionalnya karena menjadi perusahaan terbuka.
Terlebih, dengan adanya konsolidasi di bisnis operator seluler, membuat peta kompetisi bisnis seluler semakin efisien. Semakin efisien bisnis seluler, maka memberi benefit bagi Telkom.
Saat ini TLKM memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 373,46 triliun, berada di bawah BBCA dan BBRI.
Selanjutnya: Harga saham BBCA melaju usai stock split, investor harus apa?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News