Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham emiten yang terafiliasi pada Grup Bakrie kurang prima di sepanjang tahun 2023. Pelemahan saham-saham emiten Bakrie ini sejalan dengan terkoreksinya harga komoditas terkait seperti batubara, minyak sawit alias crude palm oil (CPO), dan minyak serta gas (migas).
Penurunan terdalam dialami oleh saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang melemah hingga 29,25% sejak awal tahun alias secara year-to-date (YtD).
Disusul saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dimana emiten tambang batubara ini melemah hingga 26,71% disusul oleh saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) yang melemah 17,61%, dan saham PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) yang melemah 9,4%.
Sementara itu, saham Grup Bakrie lainnya seperti PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT Bakrieland Tbk (ELTY), PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE), dan PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) masih mengendap di zona gocap.
Head of Business Development FAC Sekuritas Indonesia Kenji Putera Tjahaja menilai, saham Bakrie Group memang sekarang masih masuk fase downtrend. Hanya saja, saham UNSP yang masih uji resist di level Rp 125.
Baca Juga: Laba Bumi Resources (BUMI) Melesat 39,3% Menjadi US$ 60,2 Juta pada Kuartal I-2023
Strateginya untuk saham BUMI, BRMS, dan ENRG memang lebih kepada wait and see dan buy on weakness di level support kedua atau ketiganya.
Secara sektoral, Kenji menilai, emiten grup Bakrie yang secara mayoritas adalah commodity related masih berselimut awan gelap.
Secara umum komoditas saat ini sedang mengalami fase burnout di mana terjadinya kelebihan pasokan (oversupply) utamanya untuk komoditas seperti nikel, batubara, dan CPO, di mana permintaan global tidak sebanding dengan produksinya.
Uni Eropa sendiri sudah mengurangi konsumsi batubaranya.”Sementara untuk migas sendiri memang sedang ada kendala pasok di mana perusahaan migas Kanada terkendala untuk memasok ke pasar Amerika akibat kebakaran hutan Alberta yang berlangsung,” kata Kenji, Senin (22/5).
Namun, analis Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap menilai prospek BRMS masih cukup baik didukung oleh kenaikan angka produksi.
Sebelumnya, manajemen BRMS mengisyaratkan bahwa volume produksi emasnya akan melebihi 20.000 oz atau melesat 269,3% secara year-on-year (YoY) pada tahun ini, didukung tambahan kapasitas produksi dari pabrik pengolahan emas keduanya yang selesai pada kuartal ketiga 2022.
Sebagai gambaran, BRMS membukukan kenaikan kinerja keuangan sepanjang periode kuartal pertama 2023. Perusahaan tambang emas dan mineral logam ini membukukan pendapatan sebesar US$ 5,8 juta di periode Januari-Maret 2023. Jumlah ini naik 96% dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 2,96 juta.
Kenaikan pendapatan BRMS turut mengerek laba operasi sebesar 259% menjadi US$ 1,7 juta, sehingga laba bersih BRMS naik 11% menjadi sebesar US$ 2,1 juta dari sebelumnya US$ 1,90 juta.
Sepanjang tiga bulan pertama 2023, produksi emas BRMS naik 92% menjadi sebesar 79 kg dari sebelumnya hanya 41 kg di periode yang sama tahun lalu. Harga jual rata-rata alias Average Selling Price (ASP) emas BRMS naik tipis 1,3% menjadi US$ 1.886 per oz dari sebelumnya US$ 1.861 per oz.
Juan mempertahankan rating buy saham BRMS dengan target harga Rp 200 per saham. Risiko atas rekomendasi ini di antaranya harga komoditas global yang lebih rendah dari perkiraan serta perubahan regulasi.
Baca Juga: IHSG Ditutup Menguat di Awal Pekan ke 6.729,64, Simak Sentimen yang Menopangnya
Juan juga masih mempertahankan rekomendasi buy untuk saham BUMI dengan target harga Rp 230. Pendapatan BUMI pada kuartal I-2023 in-line dengan estimasi yang dipasang Samuel Sekuritas, yang mencerminkan 25.5% dari estimasi Samuel Sekuritas.
Peningkatan pada pendapatan didorong dari kenaikan ASP menjadi US$ 93.6 per ton atau naik 51,9% YoY, yang dapat mengkompensasi penurunan volume penjualan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News