Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (USD) masih menjadi pasangan favorit untuk berinvestasi valuta asing, jika memanfaatkan rupiah (IDR). Harga Dolar AS memang cukup volatil, namun masih ramai ditransaksikan di Indonesia.
Research And Development PT Handal Semesta Berjangka Alwy Assegaf mengamati, USD masih menjadi yang paling kuat terhadap IDR di sepanjang tahun 2023 berjalan. Adanya kebijakan super ketat dari The Fed telah mengangkat posisi Dolar AS lebih tinggi, termasuk di hadapan rupiah.
Bank sentral Amerika tersebut telah memulai kebijakan hawkish-nya sejak tahun 2022 sebagai upaya menekan inflasi. Kesenjangan suku bunga itulah yang membuat nilai tukar dolar AS terus menguat sampai tahun 2023 ini.
Mata uang negara Swiss yaitu CHF juga lebih kuat berkat kebijakan suku bunganya yang beralih dari sikap untuk tidak bertindak agresif. Banyak investor berbondong menuju negara dengan imbal hasil tinggi seperti Swiss, sehingga akhirnya menguatkan posisi nilai tukar.
Baca Juga: Penguatan Dolar AS Bebani Harga Minyak Dunia
Bank sentral Swiss sebelumnya menerapkan negative interest rate policy dengan mempertahankan suku bunga minus 0,675%. Namun kondisi inflasi dan era suku bunga tinggi memaksa Bank Swiss untuk mengerek suku bunga hingga 1.75%
“Kebijakan suku bunga membuat outflow terutama mengarah ke negara seperti AS dan Swiss,” jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Rabu (6/12).
Pergerakan Valas terhadap Rupiah
Pairing | Desember 2022 | 6 Desember 2023 | YtD (%) |
CHF/IDR | 16.838,46 | 17.702,37 | 5,13 |
EUR/IDR | 16.613,39 | 16.722,78 | 0,65 |
SGD/IDR | 11.608,11 | 11.556,83 | -0,44 |
USD/IDR | 15.573 | 15.494 | -0,50 |
CAD/IDR | 11.505,78 | 11.410,82 | -0,82 |
AUD/IDR | 10.577,93 | 10.191,95 | -3,64 |
JPY/IDR | 118,14 | 105,26 | -10,90 |
Sumber : Bloomberg
Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa Swiss Franc (CHF) harganya sudah naik tinggi dari awal tahun. CHF merupakan mata uang yang sejauh ini tetap tangguh di hadapan rupiah.
Sementara itu, dolar AS posisinya saat ini sedikit koreksi. Tetapi hasil tersebut tidak menghapuskan fakta bahwa rupiah tahun ini sempat lama berada di bawah tekanan dolar AS, hingga mendekati level Rp 16.000.
Alwi mengamini bahwa dolar AS sudah banyak mendapat suntikan tenaga berkat dana investasi yang masuk ke negara paman sam tersebut. Kebijakan suku bunga acuan The Fed telah melambungkan imbal hasil obligasi AS capai rekor tertinggi sejak tahun 2007.
Anjloknya nilai tukar Yen (JPY) sendiri dianggap sebagai akibat tertinggalnya Bank of Japan (BoJ) dalam menanggapi tren suku bunga tinggi. Pemerintah Jepang masih kukuh dengan sikap negative interest rate policy.
Baca Juga: Indef Proyeksi Kurs Rupiah Capai Rp 15.000 Per Dolar AS di Tahun 2024
Alwi bilang, saat ini suku bunga acuan Jepang minus 0,1% di saat Bank sentral The Fed berada di kisaran 5,25%-5,5%. Bank Indonesia (BI) juga mengikuti The Fed dan saat ini mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6%.
“Bank sentral Jepang bisa dikatakan mengadopsi kebijakan moneter longgar, ketika bank lain sudah melakukan pengetatan. Inilah penyebab mata uang mereka tertinggal,” imbuh Alwy.
Terlepas dari pelemahannya, Alwi menilai, posisi JPY yang sudah anjlok dalam sekaligus menjadi sinyal yang bagus untuk kembali melirik mata uang tersebut. Pasalnya, BoJ berencana untuk meninggalkan kebijakan moneter supra longgar.