kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Instrumen saham masih diunggulkan di 2018


Minggu, 17 Desember 2017 / 17:41 WIB
Instrumen saham masih diunggulkan di 2018


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham diprediksi masih menjadi instrumen investasi paling unggul pada 2018. Kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves) diperkirakan akan bisa diimbangi dengan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.

Buktinya, Jumat (15/12), Indeks Harga Saham Gabungan kembali mencatatkan rekor baru, meski The Fed menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, Putu Wahyu Suryawan, Fund Manager Victoria Manajemen Investasi menyebut, kenaikan yield obligasi Indonesia tak lebih tinggi dari sebelumnya.

"Dari tahun ke tahun The Fed selalu jadi isu. Di 2008, yield obligasi kita naik 96%, di 2013 yield obligasi naik lagi 71%, dan pertama kali The Fed naikkan suku bunga yield hanya naik 39% masih lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Itu berarti dari tahun ke tahun fundamental Indonesia makin kuat dalam menghadapai dampak The Fed," kata Putu, Jumat (15/12).

Terakhir, di 2017, suku bunga The Fed telah naik sebanyak tiga kali. Putu mencatat yield obligasi Indonesia malah menguat. "Yield kita turun 16% dari awal tahun untuk tenor 10 tahun," katanya.

Putu memproyeksikan instrumen investasi berupa saham akan lebih menarik di 2018, meski potensi koreksi tetap ada. "Apabila terjadi koreksi itu hanya sesaat satu atau dua hari," kata Putu. Disaat koreksi, Putu mengatakan, hal tersebut momentum yang tepat untuk masuk karena tren kuartal I 2018 biasanya positif.

Dengan begitu, investor dapat melakukan akumulasi dua tahap. Pertama, pada Januari 2018. Kedua, setelah terjadi koreksi sehat di kuartal I 2018, investor dapat melakukan averaging. "Sehingga target investasi lebih maksimal hingga akhir tahun 2018," imbuh Putu.

Instrumen saham jadi lebih menarik, karena Putu melihat upside potensial dari obligasi negara akan terbatas. "Sekarang yield 6,4% tahun depan diprediksi yield turun sampai 6,2% dan saat ini yield obligasi sudah turun cukup dalam," kata Putu.

Jika upside obligasi negara terbatas, biasanya investor akan mengalihkan dana investasi ke saham yang returnnya lebih tinggi. Putu memproyeksikan kenaikan IHSG di 2018 bisa mencapai 11,5%. Sementara yield obligasi tenor acuan berada di 6,2%-6,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×