Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Perusahaan sebenarnya mempunyai dua cara untuk mencari dana dari luar, yaitu menerbitkan obligasi atau saham. Tapi ada perbedaan konsekuensi yang sangat besar untuk perusahaan yang menerbitkan obligasi dan saham.
Salah satunya adalah ketersediaan cash flow. Perusahaan yang menerbitkan obligasi harus siap dengan uang tunai untuk membayar bunga obligasinya. Sementara perusahaan yang menerbitkan saham, tak perlu repot menyediakan uang kalau tidak berniat membayar dividen.
Dampak penerbit obligasi yang salah mengelola cash flow bisa sangat fatal, yaitu cap default dari lembaga rating. Misalnya saja anak perusahaan Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yaitu Bakrie Telecom Pte Ltd yang gagal membayar bunganya Kamis (7/11) kemarin.
Bakrie Telecom menerbitkan obligasi senilai US$ 380 juta dengan kupon bunga 11,5% pada 30 April 2010 dan akan jatuh tempo 7 Mei 2015. Dalam kondisi rupiah yang tidak menentu, rasanya memang sukar memenuhi kewajiban utang dolarnya.
Kalau dilihat laporan keuangan BTEL, perusahaan telekomunikasi milik Group Bakrie yang juga berfungsi sebagai guarantor, memang terus menderita kerugian. Terakhir, induk Bakrie Telecom Pte Ltd ini menghasilkan laba Rp 9,98 miliar di 2010. Di tahun-tahun berikutnya BTEL selalu mengalami kerugian, bahkan di akhir 2012 tercatat mengalami rugi bersih Rp 3,03 triliun.
Harga obligasi ini pun terus meluncur turun. Dari harga di awal penerbitan 100 sempat mencatat kenaikan sampai 110,946 di 14 Oktober 2010, lalu meluncur turun sampai 56 di akhir 2011 dan mencapai angka terendah di 8 November 2013 ini dengan harga 24,563.
Akibatnya S&P menurunkan rating obligasi ini 4 kali tahun ini. S&P pada 17 April lalu menurunkan obligasi ini menjadi B- dengan outlook menjadi negatif, lalu menjadi CCC pada 6 Mei, CC pada 5 November, dan D pada 8 November. Sementara itu lembaga rating lainnya, yaitu Fitch baru menurunkan peringkat obligasi ini 2 kali. Pada 23 April lalu, Fitch menurunkan rating obligasi BTEL menjadi CC dari sebelumnya CCC dan pada 8 November turun lagi menjadi C.
BTEL mempunyai waktu 30 hari yaitu sampai 7 Desember mendatang sebelum benar-benar dinyatakan default.
Sampai saat ini pemegang obligasi BTEL yang paling besar adalah :
Frank Russell Investment Management US$ 34,8 juta (0,8%), Loomis Sayles & Company LP US$ 22,2 juta (0,51%), Northern Trust Company US$ 19,4 juta (0,45%), Natixis Asset Management Advisor US$ 10,3 juta (0,24%), BCBS of MI US$ 4,6 juta (0,11%), dan Accident Fund Company US$ 2,3 juta (0,05%).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News