kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis redup, Bakrie Telecom gagal bayar


Jumat, 08 November 2013 / 07:30 WIB
Bisnis redup, Bakrie Telecom gagal bayar
ILUSTRASI. Logam mulia emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam).


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Yuwono Triatmodjo

JAKARTA. Persaingan sengit bisnis telekomunikasi mencekik emiten sektor ini, terutama, operator berbasis code division multiple access (CDMA). Salah satu operator CDMA, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), bahkan gagal membayar kupon bunga obligasi yang jatuh tempo, kemarin, lantaran tak memiliki dana cukup.

BTEL tak sanggup membayar kupon bunga atas obligasi bertajuk guaranteed senior notes yang diterbitkan anak usahanya, Bakrie Telecom Pte Ltd. Utang pokok obligasi yang terbit 7 Mei 2010 tersebut, senilai US$ 250 juta dengan kupon 11,50%.

Pembayaran kupon ini jatuh tempo setiap 7 Mei dan 7 November saban tahunnya, hingga jatuh waktu obligasi pada 7 Mei 2015. Hitungan kasar, kupon yang harus dibayar BTEL, kemarin, sekitar Rp 163,72 miliar (kurs tengah BI Rp 11.389 per dollar AS).

Sekretaris Perusahaan BTEL, Imanuddin Kencana mengaku, BTEL telah bernegosiasi dengan para pemegang obligasi untuk merestrukturisasi dan menunda pembayaran kupon obligasi. Upaya ini dilakukan untuk menyelamatkan operasional BTEL.
 
BTEL menunjuk FTI Consulting untuk menelaah bisnis dan finansial perusahaan. Selain itu dibentuk juga steering committee (SC) yang terdiri dari konsultan FTI dan perwakilan kreditur untuk membahas penundaan pembayaran bunga obligasi.

"Dengan terbentuknya SC, untuk sementara kami terhindar dari gagal bayar," kata Imanuddin, kemarin. Cuma, ia enggan membeberkan detail konsep restrukturisasi obligasi itu. Target BTEL, restrukturisasi sudah berjalan tahun depan.

Bisnis telekomunikasi dengan teknologi CDMA memang tengah surut. Selain BTEL, kinerja operator CDMA lain juga terengah-engah.

Analis AM Capital Akmad Nurcahyadi mengatakan, dulu pasar CDMA memang cukup potensial karena menawarkan tarif murah. Tapi kini, animo telekomunikasi selular berbasis global system for mobile communication (GSM) jauh lebih besar ketimbang CDMA lantaran tarif yang kian murah, plus segudang penawaran menarik.

Fadli, analis Net Sekuritas Fadli menambahkan, kinerja perusahaan telekomunikasi berbasis CDMA merosot karena investasi yang cukup besar, tapi menawarkan tarif murah. Alhasil, pendapatan tak bisa menutup beban perusahaan. Apalagi, dengan perang tarif yang semakin kompetitif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×