Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah di perdagangan awal pekan, Senin (27/5). Mata uang garuda terdampak tangguhnya penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir.
Mengutip Bloomberg, Senin (27/5), rupiah melemah 0,48% ke level Rp 16.072 per dolar AS. Sedangkan, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) hari ini melemah 0,43% ke level Rp 16.064 per dolar AS dari posisi Rp 15.995 per dolar AS pada Rabu (22/5) pekan lalu.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencatat, rupiah mengalami pelemahan terdalam dibandingkan mata uang Asia lainnya pada perdagangan hari ini. Lesunya rupiah dipengaruhi oleh akumulasi dampak penguatan dolar AS pada hari Kamis dan Jumat lalu.
“Dolar AS cenderung menguat terhadap mata uang utama dipengaruhi oleh rilis notulensi rapat FOMC awal Mei 2024 yang mengindikasikan bahwa sebagian besar anggota FOMC masih ragu untuk melakukan pemotongan suku bunga dalam waktu dekat,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Senin (27/5).
Baca Juga: Masih Disetir Eksternal, Rupiah Diperkirakan Lanjut Melemah Pada Selasa (28/5)
Selain Rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup melemah 0,6% atau 46 point. Walaupun demikian, Josua melihat, Rupiah cenderung bergerak terbatas pada hari ini seiring pasar perdagangan AS yang tutup karena libur nasional.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memandang bahwa pasar kini menunggu isyarat lebih lanjut mengenai suku bunga AS dari data inflasi utama yang akan dirilis minggu ini. Selain itu, hari libur pasar di Inggris dan AS membatasi volume perdagangan, begitu pula dengan kurangnya petunjuk langsung.
Menurut Ibrahim, fokus minggu ini tertuju pada data indeks harga PCE sebagai alat pengukur inflasi pilihan The Fed yang akan dirilis pada hari Jumat (31/5). Data inflasi itu diperkirakan akan stabil dari bulan ke bulan.
Para pedagang kini mempertimbangkan peluang yang lebih besar bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tetap stabil bahkan di bulan September, menurut alat CME Fedwatch.
“Prospek suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama merupakan pertanda baik bagi dolar dan buruk bagi mata uang Asia yang kaya akan risiko,” jelas Ibrahim.
Selain itu, Ibrahim menambahkan, pasar juga menunggu lebih banyak isyarat dari importir komoditas utama Tiongkok, terutama mengenai bagaimana Beijing berencana mendanai dan melaksanakan sejumlah langkah stimulus yang baru-baru ini diumumkan.
Baca Juga: Dolar Australia Berpotensi Menguat di Tengah Potensi Kenaikan Suku Bunga & Perang
Dari internal, Bank Indonesia optimistis penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 bakal bisa mendorong setoran dari Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Aturan tersebut akan mendorong penempatan DHE SDA dan meningkatkannya, serta mendukung stabilitas ekonomi dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Untuk perdagangan besok (28/5), Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.060 - Rp.16.120 per dolar AS. Sedangkan, Josua memproyeksi rupiah bergerak di kisaran Rp 16.025 – Rp 16.125 per dolar AS pada perdagangan besok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News