Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki bulan Mei, pelaku pasar dihadapkan pada bayang-bayang terjadinya Sell in May and Go Away. Kali ini, sentimen tersebut dibarengi dengan sejumlah katalis yang bakal memengaruhi pergerakan bursa saham.
Dari eksternal, para investor akan mencerna arah suku bunga acuan dari hasil Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed yang berlangsung 30 April - 1 Mei 2024. Perkembangan eskalasi geopolitik juga menjadi faktor penting yang turut memengaruhi harga komoditas serta prospek ekonomi global.
Di dalam negeri, ada momentum kelanjutan musim pembagian dividen sembari mencermati rilis kinerja keuangan emiten kuartal I-2024. Dalam situasi ini, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun cukup membawa asa pada akhir bulan April.
Usai melandai, IHSG mampu melejit lebih dari 1% dalam dua hari beruntun. IHSG menutup bulan April di posisi 7.234,19 setelah menguat 1,10% pada perdagangan Selasa (30/4). Hanya saja, secara historis kinerja IHSG di bulan Mei kurang mentereng.
Baca Juga: Aksi Jual Asing Terus Menghantui Bursa
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mencatat kinerja IHSG punya kecenderungan negatif di bulan Mei dengan rata-rata -1,30% dalam lima tahun terakhir. Sukarno melihat prospek IHSG pada Mei kali ini masih cenderung negatif dengan katalis penggerak pasar yang belum jauh berubah.
Sentimen utamanya terkait dengan efek gejolak geopolitik, kebijakan suku bunga bank sentral, pembagian dividen dan rilis kinerja emiten, serta perkembangan data ekonomi. Dalam situasi ini, Sukarno memprediksi arus dana dari investor asing (capital inflow) juga belum kembali mengalir deras pada bulan ini.
"Ketika faktor eksternal cenderung membuat ekspektasi suku bunga The Fed masih dalam kondisi yang tinggi atau ekspektasi turunya belum bisa dipastikan, outflow kemungkinan besar masih bisa berlanjut, " kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Rabu (1/5).
Dalam skenario bearish, Sukarno menaksir pada bulan Mei IHSG akan bergerak dalam rentang support 6.996 dan resistance di 7.272. Sedangkan dalam skenario bullish maupun sideways, IHSG bisa bergerak pada rentang support 7.135 dan resistance di 7.313.
Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, potensi The Fed tetap menahan tingkat suku bunga acuan dapat membuat pasar kekurangan katalis untuk menguat. Apalagi dengan posisi kurs rupiah yang masih di atas Rp 16.200 per dolar Amerika Serikat usai kenaikan suku bunga Bank Indonesia pekan lalu.
Kemudian setelah sentimen dividen dan rilis kinerja emiten selesai, IHSG berpotensi kembali tertekan. Di sisi lain, Daniel menilai potensi kenaikan IHSG saat ini sudah terbatas pasca technical rebound di akhir April. Dus, Daniel menaksir IHSG lebih berpeluang melemah dalam area 6.890 - 7.290.
Peluang Buy on Weakness
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto memprediksi IHSG berpotensi melemah terbatas pada Mei. Posisi IHSG yang mampu bertahan di atas level 7.000 hingga akhir April membawa sinyal positif, sekalipun terjadi sell in May, maka penurunannya tidak akan terlalu dalam.
Apalagi, sentimen dari eksternal cenderung lebih kondusif. Begitu juga dari dalam negeri, pasca adanya kepastian politik selepas penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. "Kalau pun di bulan Mei ada pelemahan, itu kemungkinan terbatas saja, dan bisa menjadi peluang untuk buy," ungkap William.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana juga melihat pasar saham dengan prospek yang cukup positif pada bulan Mei kali ini. Dalam lima tahun terakhir, probabilitas kenaikan IHSG di bulan Mei hanya sekitar 20%. Namun berarti, seperti pada bulan lainnya, kinerja pasar saham di bulan Mei juga bervariasi atau tidak selalu terjadi penurunan.
Pergerakan IHSG tetap tergantung pada faktor-faktor yang mengiringinya saat itu, terutama dari sisi kondisi ekonomi, kebijakan moneter dan sentimen investor di bursa saham. Sekalipun terjadi penurunan, situasi ini justru bisa menjadi momentum untuk mengakumulasi saham-saham berfundamental apik.
Baca Juga: Kamis (2/5), IHSG Rawan Koreksi Usai Libur Hari Buruh
Head of Research Syailendra Capital Rizki Jauhari punya pandangan serupa. Dia mengingatkan, secara historis IHSG maupun indeks saham blue chip LQ45 mencatatkan hasil negatif sebanyak enam kali di bulan Mei dalam 10 tahun terakhir, dengan rata-rata kinerja -0,55% dan -0,14%.
Namun ada perbaikan kinerja periode tiga bulan setelahnya (Juni - Agustus), yang umumnya lebih tinggi dibanding rata-rata koreksi di bulan Mei.
"Berdasarkan kedua statistik itu, seasonality Mei dapat dilihat dari sisi berbeda,yaitu memberikan opportunity for better entry ke depannya. Namun, hal ini juga harus didasarkan kondisi ekonomi masing-masing periode," terang Rizki.
Sebagai strategi investasi, Daniel sepakat buy on weakness terhadap saham berfundamental apik yang sudah terdiskon bisa menjadi pilihan menarik di bulan ini. Daniel merekomendasikan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
Hendra menyematkan rekomendasi buy untuk saham TLKM dengan target harga di Rp 3.300 - Rp 3.520, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) untuk target harga Rp 2.860 - Rp 3.000, dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dengan target harga Rp 2.840 - Rp 3.000.
Sementara itu, William menjagokan BBRI, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Sedangkan Sukarno menilai pelaku pasar bisa mempertimbangkan trading sell atau taking profit untuk saham-saham yang sudah naik signifikan dari swing low-nya.
Investor juga bisa melakukan wait and see sembari menunggu momentum buy on weakness ketika skenario bearish terjadi. Strategi lainnya adalah hold. Saham yang bisa dicermati adalah BBRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Petrosea Tbk (PTRO).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News