Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laba bersih dan pendapatan PT Chandra Asri Petrichemical Tbk (TPIA) kompak mengalami penurunan sepanjang tahun 2019. Tahun lalu, emiten petrokimia ini membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 1,88 miliar. Realisasi ini turun 26% dibandingkan dengan pencapaian pendapatan pada tahun lalu yang mencapai US$ 2,54 miliar.
Direktur SDM & Urusan Korporat dan Sekretaris Perusahaan Chandra Asri, Suryandi mengatakan turunnya pendapatan bersih tidak lepas dari harga penjualan rata-rata produk yang lebih rendah terutama untuk produk olefins.
Baca Juga: Virus corona merebak, penjualan produk herbal Kalbe Farma (KLBF) tumbuh signifikan
Selain itu, harga penjualan rata-rata Ethylene juga turun menjadi US$ 861 per ton dari sebelumnya US$1,163 per ton pada 2018. Pun begitu dengan harga jual rata-rata dari Polyethylene yang turun menjadi US$ 1,047 per ton.
Turunnya pendapatan bersih juga imbas dari adanya Turnaround Maintenance (TAM) terjadwal pada Agustus-September 2019 sehingga menyebabkan volume penjualan TPIA pada 2019 menjadi lebih rendah. Namun, TPIA berhasil mempersingkat waktu TAM dari perkiraan awal selama 55 hari menjadi hanya 51 hari.
Adapun volume penjualan emiten konstituen Indeks Kompas100 ini hanya sebesar 1,942 kilo ton (KT) sepanjang 2019. Jumlah ini turun tipis 9,3% bila dibandingkan dengan volume penjualan pada tahun 2018 yang mencapai 2.141 KT.
“Namun TAM ini merupakan bagian operational excellences, sehingga diharapkan proses produksi selama empat sampai lima tahun lagi tidak ada gangguan,” ujar Suryandi di Jakarta, Selasa (17/3).
Baca Juga: Pendapatan turun, laba Chandra Asri (TPIA) merosot 87% pada 2019
TPIA berhasil menekan beban pokok pendapatan sebesar 20.6% menjadi US$1,70 miliar. Penurunan beban pokok pendapatan ini terutama disebabkan biaya bahan baku, terutama Naphtha, yang turun sekitar 17% dari US$650 per ton menjadi US$542 per ton, sejalan dengan turunnya harga minyak mentah Brent sebesar 10% secara tahunan.
TPIA membukukan laba kotor sebesar US$171.1 juta atau lebih rendah 56.2% dibandingkan realisasi pada 2018. Sementara pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) turun US$ 222 juta,menjadi US$180.1 juta pada 2019.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh lebih rendahnya Laba Kotor yang mencerminkan pelemahan margin petrokimia yang berkelanjutan di tengah penambahan pasokan kapasitas baru di Amerika Serikat dan Cina,
Rendahnya margin juga disebabkan pelemahan permintaan ekspor barang jadi polymer akibat perang dagang AS-China serta pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah secara keseluruhan.
Baca Juga: Beban melonjak, laba bersih Semen Indonesia (SMGR) turun 22,3% pada 2019
Dus, entitas usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ini membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 22,88 juta atau turun 87,4% dari laba bersih tahun 2018 yang mencapai US$ 181,651 juta
“Tahun 2019 membawa kondisi ekonomi makro yang cukup menantang, dengan perang dagang, ketidakpastian geopolitik, dan penurunan margin produk petrokimia karena peningkatan pasokan kapasitas,” sambung dia.
Ke depan, Suryandi optimis industri petrokimia dalam negeri masih cukup cerah. Terlebih, TPIA berhasil meningkatkan total kapasitas produksi sebesar 603 KT menjadi 4.061 KT berkat proyek debottlenecking pabrik dan pabrik baru polyethylene tahun lalu berkapasitas 400 KT.
Baca Juga: WOM Finance bakal bagikan dividen Rp 22,4 per saham, berikut jadwalnya
Sehingga, penambahan kapasitas pabrik ini dapat membantu pemerintah dalam mengurangi impor produk petrokimia ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News