Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 10 emiten anggota Indeks Kompas100 mengalami tekanan harga saham paling dalam sejak awal 2019. Kesepuluh emiten tersebut bergerak di bidang peternakan (JPFA, CPIN, MAIN), media (SCMA), ritel (LPPF), perbankan (BDMN), industri dasar (SMBR, INKP), konstruksi (TOPS), dan pertambangan (PTBA).
PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) misalnya. Emiten semen ini mengalami tekanan harga 45,34% ytd hingga Jumat (9/8)ke level Rp 955 per saham. Emiten lainnya yakni PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), harus merelakan harga sahamnya anjlok 41,61% sejak awal tahun hingga mencapai level Rp 3.270 per saham.
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi diramal bakal loyo sampai akhir 2019
Harga saham JPFA turun 25,12% ke Rp 1.610 per saham. Saham MAIN turun harga hingga 27,6% menjadi Rp 1.010 per saham. Sedangkan harga saham CPIN tergerus 32,18% ke Rp 4.900 per saham.
Emiten media SCMA mencatat penurunan harga 31,28% menjadi Rp 1.285 per saham. Sedangkan penurunan harga saham BDMN mencapai 34,21% ke Rp 5.000 per saham secara year to date. Harga saham INKP turun 38,74% ke Rp 7.075 dan TOPS turun 29,53% ke Rp 585 per saham. Sedangkan emiten tambang pelat merah PTBA mencetak penurunan harga 40,93% ke Rp 2.540 per saham sejak awal tahun.
Baca Juga: Meski turun, tapi secara keseluruhan bisnis manufaktur di ASEAN masih membaik
Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan saham-saham tersebut. SMBR misalnya, terkena sentimen negatif akibat efek pendatang baru di industri semen.
Sementara untuk emiten yang bergerak di bidang peternakan ayam, Sukarno menilai kemenangan gugatan Brasil di World Trade Organization (WTO) membuahkan sentimen negatif ke JPFA, CPIN, dan MAIN. “Sehingga pasokan menjadi meningkat dan membuat harga ayam menjadi turun,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Jumat (9/8).
Untuk emiten lain seperti SCMA, INKP, dan TOPS, Sukarno menilai emiten-emiten tersebut sedang berada dalam pergerakan downdtrend sehingga belum menunjukkan sinyal transisi untuk pembalikan arah gerak.
Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Menanti Realisasi Negosiasi AS-China
Turunnya harga komoditas yang berkaitan dengan bidang usaha emiten juga berdampak pada merosotnya harga beberapa emiten. Tertekannya emiten tambang seperti PTBA disebabkan merosotnya harga batubara sejak akhir tahun lalu.
“Sehingga berdampak ke emiten tambang batubara lain, bukan hanya PTBA,“ ujar Analis Jasa Capital Utama Sekuritas Chris Apriliony kepada Kontan.co.id, Sabtu(10/8). Pun begitu dengan harga saham INKP yang terkena imbas akibat turunnya harga kertas dunia.
Baca Juga: Defisit Transaksi Berjalan (CAD) Melebar, IHSG Masih Bisa Menguat Hingga Akhir Tahun
Sementara untuk emiten perbankan yakni BDMN, Chris menilai akuisisi saham BDMN dengan Mitsui Jepang yang telah usai membuat harga saham emiten ini ikut tertekan sejak permulaan 2019.
Berbeda dengan emiten lainnya, LPPF justru terimbas efek negatif dari perkembangan teknologi dan pergeseran gaya hidup masyarakat. Menurut Chris, rontoknya harga LPPF sejak awal tahun akibat oleh tren jual-beli online yang semakin tumbuh di masyarakat. “Sehingga membuat beberapa gerai LPPF (Matahari Department Store) tutup dan membuat harga sahamnya turun,” pungkas Chris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News