Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun 2025, dana asing banyak keluar dari pasar Indonesia. Pasar obligasi dipandang yang paling terdampak.
Chief Investment Officer DBS Bank, HOU Wey Fook mengatakan bahwa negara berkembang mengalami banyak kendala di tengah kuatnya dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga, Indonesia tak luput dari kendala tersebut, tercermin dari keluarnya dana asing.
Alhasil, jika dibandingkan maka aset-aset Indonesia menjadi kurang menarik. Namun begitu, HOU berpandangan fundamental Indonesia masih prospektif.
"Sehingga tetap memiliki faktor penarik struktural yang positif dalam jangka panjang," ujarnya dalam CIO Insights kuartal I 2025, Senin (13/1).
Baca Juga: Ketidakpastian Tinggi, Cermati Instrumen Investasi yang Layak Dipertimbangkan
Senior Investment Strategist DBS Bank, Daryl HO memberikan pandangan underweight untuk pasar obligasi dalam negeri. "Ini cukup jelas karena ketika dolar AS kuat, reaksi spontan pasti akan melihat arus keluar dari pasar negara berkembang," sebutnya.
Meski bearish, tetapi Daryl menegaskan bahwa bukan berarti pasar obligasi tidak menarik. Menurutnya, ada beberapa manfaat untuk mendapatkan exposure pada di pasar obligasi Indonesia. "Investor bisa mengambil manfaat dari penguatan dolar AS," sebutnya.
Namun ia menegaskan di tengah ketidakpastian mengenai kebijakan Trump, saat ini pasar investasi di Indonesia tentu akan menghadapi tantangan. Karenanya, ia menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu dan tidak terlalu agresif.
Di sisi lain, Senior Investment Strategist DBS Bank, Joanne GOH melihat pasar saham memiliki peluang yang lebih positif. Walaupun memang perjalanannya tidak mulus, terutama di semester I seiring mulainya Trump 2.0.
Baca Juga: Rupiah Tertekan Data Tenaga Kerja dan Antisipasi Data Inflasi AS
Baru di semester II, Joanne melihat beberapa pendorong, seperti adanya kebutuhan mendesak akibat tarif, sehingga Indonesia dapat mengambil manfaat dengan memanfaatkan sumber mineral dan logam.
"Karena sektor itu merupakan segmen kunci untuk EV dan elektrifikasi," sebutnya.
Lalu tingginya tingkat konsumsi Indonesia yang didukung populasi yang kuat, sehingga sektor perbankan dan konsumsi juga dipandang positif.
"Kami tidak memiliki proyeksi IHSG, tetapi kami melihat pertumbuhannya akan sejalan dengan pertumbuhan pendapatan, yang kami lihat untuk Indonesia setidaknya sekitar 10% tahun ini," tutupnya.
Selanjutnya: Prabowo Panggil Jaksa Agung, Bahas Korupsi dan Perizinan Ilegal
Menarik Dibaca: Apakah Air Kelapa Aman untuk Penderita Diabetes? Berikut Faktanya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News