Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan seluruh emiten yang telah tercatat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, tidak ada emiten yang harus diberi sanksi atau tindakan.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna bercerita untuk mengizinkan suatu perusahaan bisa IPO, ada beberapa lapisan proses persetujuan di BEI.
Pada tahap awal, BEI melakukan evaluasi atas calon perusahaan yang sudah mengirimkan prospektus. Dalam proses ini, BEI memiliki tim tersendiri terpisah dari kepala divisi dan direksi.
Baca Juga: Di Tengah Skandal, Jumlah Antrean IPO Turun
Hasil laporan dari tim penilaian tersebut akan dilimpahkan kepada kepala divisi dan diteruskan kepada direktur. Keputusan akhirnya suatu perusahaan bisa IPO harus mendapatkan persetujuan dari seluruh direksi BEI.
"Kategori pelanggaran etika itu terjadi di paling bawah. Namun dari sisi approval di jajaran direksi, tim yang paling bawah tidak bisa intervensi," jelas Nyoman, Jumat (6/9).
Nyoman menegaskan seluruh emiten yang sudah melantai di BEI sudah memenuhi ketentuan untuk bisa tercatat. Ini terlepas dari kasus pelanggaran etika yang terjadi.
Baca Juga: 5 Calon Emiten Mundur Dari Proses IPO, Begini Alasan BEI
Selain itu, prospektus yang disampaikan calon perusahaan terbuka pada saat bookbuilding juga sudah bisa dibaca dan dinilai oleh publik. Menurut Nyoman, investor juga sudah sudah bisa melakukan penilaian tersendiri.
"Kalau ada unsur pelanggaran etika itu terjadi pada tim di bawah saat konsultasi. Bedakan dari sisi jajaran direksi dalam mengambil keputusan karena bersifat independen," ucapnya.
Diketahui, BEI telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas lima oknum karyawannya. Ini merupakan buntut pelanggan oknum karyawan yang meminta imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan emiten.
Baca Juga: Ada Skandal Dugaan Gratifikasi, BEI: Proses IPO ke Depan Tak Terhambat
Adapun kelimanya merupakan karyawan pada divisi penilaian perusahaan. Divisi ini bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten. Diduga kelima karyawan itu meminta sejumlah uang imbalan kepada calon emiten.
Bahkan, para oknum karyawan dikabarkan membentuk suatu perusahaan jasa penasihat yang diduga telah mengantongi dana sekitar Rp 20 miliar. Menurut kabar yang beredar, praktik ini telah berjalan beberapa tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News