Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pasar yang bergejolak pada kuartal I tahun 2023 membuat kinerja sejumlah instrumen investasi bervariasi.
Sebagai informasi, kinerja instrumen saham di kuartal I tahun 2023 cenderung bergerak sideways. Tercatat, kinerja Indeks KOMPAS100 naik tipis 0,09% selama 3 bulan. Sementara, kinerja IHSG turun 0,66% selama 3 bulan.
Kinerja instrumen obligasi pemerintah di kuartal I 2023 naik 2,44%. Sementara, kinerja obligasi korporasi di kuartal I 2023 naik 2,17%
Pasar uang di kuartal I 2023 menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah selama 3 bulan terakhir sebesar 3,80%.
Untuk komoditas, kinerja emas di kuartal I 2023 tercatat naik. Kinerja emas spot pada kuartal I 2023 ini naik 7,96%. Sementara, emas Antam naik 5,06%.
Bitcoin termasuk instrumen yang pada kuartal I 2023 ini mengalami kenaikan paling signifikan, yaitu sebesar 72,10%.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Telah Rilis Kinerja, Konglomerat Ini Berpotensi Cuan Dari Dividen
Perencana Keuangan dan Co-Founder @sipundi.id Mada Aryanugraha mengatakan, kinerja instrumen investasi itu dipengaruhi oleh turbulensi ekonomi global yang terjadi selama kuartal I 2023.
“Akibatnya, kinerja portfolio investasi di Indonesia volatile. Di sektor pasar modal, kinerjanya mengalami penurunan. Sementara, kinerja pasar uang dan obligasi cukup stabil,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/4).
Untuk mengevaluasi kinerja portofolio investasi, masing-masing investor harus punya target yang telah direncanakan sebelumnya.
“Dalam investasi, sejauh mana pengetahuan dan pengalaman kita dalam suatu produk investasi akan menjadi sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Dengan kinerja pasar saham yang kurang bagus di kuartal I 2023, Mada menyarankan investor untuk melakukan evaluasi portofolio instrumennya sesuai dengan gaya investasi masing-masing.
Jika gaya investasi investor adalah trading, maka investor dapat memilih untuk melakukan cut loss. Kemudian, investor bisa membeli lagi saham yang sama ketika posisinya akan rebound atau bullish.
“Hal itu akan memberikan peluang keuntungan di saat harga sahamnya mulai menanjak naik,” tuturnya.
Jika investasi bertujuan untuk jangka waktu panjang, maka disarankan untuk menambah dan membeli saham di harga yang lebih rendah alias cost averaging.
“Hal itu, kata Mada, bisa menambah jumlah kepemilikan harga saham dan membuat harga rata-rata pembelian sahamnya jadi lebih murah,” katanya.
Bagi investor yang ingin mengalihkan portfolio investasi ke bentuk instrumen investasi lain ketika terjadi penurunan kinerja, maka penting untuk mengetahui apakah penurunan tersebut sifatnya hanya fluktuasi biasa atau memang ada guncangan besar.
“Kalau hanya fluktuasi biasa, maka tidak perlu dialihkan. Kalau terjadi guncangan ekonomi atau ada tanda-tanda krisis ekonomi, maka alihkan investasi ke instrumen yang lebih rendah risiko terlebih dulu,” ungkapnya.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Tembus ke 7.000 di Kuartal II, Ini Rekomendasi Saham Pilihan Analis
Meskipun pasar saham bergerak sideways di kuartal I 2023, tetapi Mada meyakini investasi di saham masih bisa menjadi pilihan bagus dan menguntungkan bagi investor di kuartal II 2023.
Menurut Mada, penurunan beberapa saham blue chip dalam 2 minggu terakhir bisa menjadi kesempatan untuk membeli saham dengan harga murah, sehingga berpotensi naik harganya di masa depan.
Namun, Mada melihat, cara ini hanya bisa dilakukan bagi investor yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang baik dalam berinvestasi di saham.
“Bagi yang belum memiliki pengetahuan tinggi soal investasi saham, bisa pilih instrumen deposito dan obligasi pemerintah, karena risikonya lebih rendah,” paparnya.
Mada mengatakan, jenis-jenis investor bisa menggunakan porsi portofolio instrumen investasi yang berbeda-beda agar mampu menghasilkan keuntungan di kuartal II 2023.
Bagi investor konservatif, portofolio yang ideal adalah 80% - 90% menempatkan dana di instrumen risiko rendah, seperti deposito, tabungan, dan properti yang bisa disewa. Sementara, 10% - 20% ditempatkan di risiko sedang (obligasi, pasar uang, dan emas) serta tinggi (saham).
Untuk investor moderat, portofolio yang ideal adalah 50% - 60% di instrumen risiko rendah, 30% - 40% di risiko sedang, dan 10% di risiko tinggi.
“Sementara, untuk investor agresif, maka portfolionya dapat ditempatkan maksimal sampai dengan 80% di produk berisiko tinggi. Sementara, sisa dananya dapat ditempatkan di risiko sedang atau rendah,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News