Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbaliknya kurva imbal hasil US Treasury atau inverted yield curve dinilai bisa berdampak positif bagi Indonesia. Yield US Treasury tenor dua tahun lebih tinggi ketimbang US Treasury tenor 10 tahun untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, terjadi pada Rabu (14/8).
Hal ini menunjukkan bahwa investor obligasi memiliki pandangan yang jauh lebih suram terhadap ekonomi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global dibandingkan bank sentral AS. Ekonom perusahaan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana mengatakan, spread imbal hasil Indonesia dengan US Treasury menjadi semakin jauh, artinya posisi investasi Indonesia semakin menarik.
Fikri menambahkan, risiko resesi juga dianggap masih sangat kecil. Alhasil, potensi aliran dana asing untuk masuk ke Indonesia masih berlanjut.
Baca Juga: Yield obligasi anjlok di seluruh kawasan Asia Pasifik, kecuali Indonesia dan India
Dalam catatan Pefindo, sepanjang 2019 pasar keuangan Tanah Air masih mencatatkan inflow asing sebanyak Rp 167 triliun. Sebagian besar aliran dana asing masuk ke pasar keuangan, surat utang dan juga saham. "Lebih banyak masuk ke SUN, karena yield SUN masih sangat bagus dan kemungkinan Indonesia default masih kecil," ungkap Fikri, Kamis (15/8).
Selain itu, debt to GDP Indonesia masih di kisaran 30% yang menunjukkan bahwa utang masih cukup terkontrol. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun cenderung masih stabil, khususnya setelah dikeluarkan kebijakan domestic non delivery forward (DNDF).
Baca Juga: Ini penyebab kurva imbal hasil AS terbalik menurut ekonom Pefindo
Apalagi, Fikri melihat pasar saham mulai melakukan switching aset. Pelaku pasar saat ini lebih memilih untuk mencari aset-aset yang lebih aman. Pilihannya lebih banyak jatuh ke SUN.