Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings Indonesia memangkas prospek atau outlook peringkat PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dari stabil menjadi negatif karena tingkat utang atau leverage tinggi di level 6,1 kali. Tingginya leverage tersebut dinilai karena Waskita mengandalkan pendanaan eksternal untuk mengeksekusi order book.
Associate Director Fitch Ratings Indonesia Salman Alamsyah mengungkapkan bahwa pihaknya juga menetapkan kembali peringkat nasional WSKT pada A(idn) dan A-(idn) untuk obligasi WSKT yang sudah terbit senilai Rp 10 triliun dan yang sedang diajukan senilai Rp 1,85 triliun.
Salman juga mengungkapkan bahwa tingkat utang Waskita yang tinggi ini diperoleh dari pembayaran turnkey yang tertunda karena proses administratif yang panjang dan tertundanya konstruksi, termasuk dari proyek LRT Palembang, dan pengembalian dana talangan dari pemerintah yang lebih rendah dari ekspektasi perusahaan karena proses verifikasi yang panjang dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). "Leverage Waskita yang diukur dengan adjusted net debt/EBITDAR, naik menjadi 6,1 kali di 2018 atau di atas 5,5 kali yang merupakan batas di mana Fitch dapat memberikan tindakan pemeringkatan negatif," lanjut dia dalam laporan pemeringkatan, Jumat (12/4).
Salman menjelaskan, leverage WSKT, anggota indeks Kompas100 ini, yang terbilang tinggi ini disebabkan karena adanya penundaan pembayaran sejumlah proyek turnkey.
Lambatnya pembayaran ini karena proses administrasi yang lama dan keterlambatan konstruksi, termasuk dari proyek LRT Palembang, dan pengembalian uang pembukaan lahan yang lebih rendah dari pemerintah. "Ini berarti Waskita harus bergantung pada pendanaan eksternal untuk menyelesaikan order book," tulis dia.
Meskipun demikian, ia meyakini pembayaran dari proyek turnkey dan dana dari divestasi jalan tol yang sukses akan menurunkan tingkat utang WSKT hingga di bawah level 5,5 kali dalam satu atau dua tahun ke depan sehingga dapat membuat prospek peringkatnya menjadi stabil lagi. "Dengan asumsi pembiayaan proyek nantinya dikombinasikan dengan dana dari pembayaran proyek turnkey dan divestasi tol," imbuh Salman.
Proyek turnkey yang dimaksud adalah proyek yang pembayaran dilakukan saat pekerjaan telah selesai seluruhnya atau saat proyek serah terima dari pelaksana ke pemilik.
Lebih lanjut, menurut Salman, prospek negatif ini bisa saja kembali direvisi menjadi stabil asalkan leverage emiten BUMN ini turun menjadi di bawah 5,5 kali dalam 1-2 tahun ke depan dengan asumsi pembiayaan proyek nantinya dikombinasikan dengan dana dari pembayaran proyek turnkey dan divestasi tol.
Sebagai catatan, peringkat A ini menunjukkan adanya risiko gagal bayar yang rendah relatif terhadap emiten atau kewajiban lain di negara yang sama. Namun, perubahan keadaan atau kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kapasitas pembayaran tepat waktu ke tingkat yang lebih besar dari komitmen keuangan yang ditunjukkan oleh kategori berperingkat lebih tinggi.
Tahun ini, Fitch memperkirakan kontrak baru Waskita akan senilai Rp 40 triliun yang berasal dari proyek jalan tol yang akan dibangun pemerintah dan konsesi milik sendiri. "Dan diharapkan stabil 10% per tahun di 2020 hingga 2022," tambah dia.
Hal ini akan mendukung perbaikan turunnya perolehan kontrak sepanjang tahun lalu yang hanya senilai Rp 27 triliun, turun 50% dari tahun sebelumnya karena tertundanya beberapa proyek jalan tol, termasuk jalan tol Balikpapan-Penajam, dan tingginya kompetisi di segmen non-jalan tol.
Akhir tahun lalu Waskita Karya mencatatkan arus kas (CFO) positif senilai Rp 3 triliun dengan pembayaran proyek turnkey senilai Rp 13,7 triliun setelah menyelesaikan beberapa ruas jalan tol, seperti jalan tol Batang-Semarang, yang dimiliki oleh PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Salman bilang, kemampuan WSKT untuk terus menghasilkan CFO yang positif akan bergantung dari eksekusi yang lebih baik dalam menyelesaikan proyek turnkey dan mendapatkan pembayaran tepat waktu. Emiten BUMN ini diperkirakan akan mendapat Rp 26,7 triliun dari pembayaran proyek turnkey di 2019, dimana 31% berasal dari Jasa Marga dan 42% dari PT Hutama Karya. "Waskita juga diperkirakan akan mendapat dana segar sekitar Rp 10,5 triliun dari pemerintah di 2019," lanjut dia.
Selain itu, divestasi dari jalan tol setelah selesai konstruksi merupakan bagian dari strategi Waskita untuk meningkatkan kinerja. Adapun di 2018, Waskita telah berhasil melakukan divestasi pertama yang menghasilkan arus kas sebesar Rp 2,8 triliun. "Waskita memegang 18 konsesi jalan tol, dimana sebagian besar masih dalam konstruksi. Panjang jalan tol setelah selesai konstruksi diproyeksikan mencapai 1.070 km," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News