Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) untuk bulan Juni lebih rendah daripada prediksi, yakni sebesar 3% secara year on year (YoY) pada Juni 2023 dari 4% YoY pada Mei 2023. Laju inflasi AS ini merupakan level terendah sejak tahun 2021.
Laju inflasi yang melambat memicu prediksi bahwa bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan lebih moderat dalam kebijakan suku bunganya. Secara bulanan, tingkat inflasi AS naik 0,2%, lebih rendah daripada perkiraan.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, dampak dari perlambatan inflasi AS ini sangat besar. Inflasi yang tinggi berpotensi mendorong kenaikan tingkat suku bunga dan mengurangi daya beli serta konsumsi.
“Hal inilah yang selalu menjadi perhatian pelaku pasar dan investor sedari dulu. Ketika inflasi mengalami penurunan, tentu hal ini disambut baik, karena mampu mengurangi kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga lebih lanjut hingga akhir tahun nanti,” kata Nico kepada Kontan.co.id, Kamis (13/7).
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Teknikal Saham WIRG, BMRI, GGRM untuk Perdagangan Jumat (14/7)
Menurut Nico, hampir semua sektor diuntungkan ketika tingkat suku bunga tidak naik lebih lanjut. Tetapi yang berpengaruh karena sentimen tentu sektor seperti properti, teknologi, dan infrastruktur. Kalau tingkat suku bunga turun, tentu sektor-sektor tersebut yang berpotensi untuk kembali bangkit.
The Fed menjadi tolok ukur bank sentral di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Ada ruang potensi tingkat suku bunga akan turun yang berdampak bagi tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI). Ini membuat pelaku pasar dan investor mencoba untuk memulai berinvestasi di aset-aset yang berisiko seperti saham.
“Namun, kenaikan IHSG bukan berarti juga hanya semata-mata karena turunnya inflasi Amerika. Banyak faktor juga yang mempengaruhinya. Tapi memang benar ketika inflasi turun, tingkat suku bunga turun, maka investasi menjadi jauh lebih menarik,” kata Nico.
Baca Juga: IHSG Menguat Hari Ini, Intip Proyeksi Untuk Perdagangan Jumat (14/7)
Nico memproyeksi IHSG akhir tahun berpotensi menembus 7.650. Dia meramalkan rupiah akan menguat dengan rentang Rp 14.900 per dolar AS-Rp 15.100 per dolar AS di akhir tahun.
Sementara itu, Nico merekomendasikan beli saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dengan target harga Rp 1.250 per saham, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan target harga Rp 1.300 per saham, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga Rp 800 per saham, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) Rp 550 per saham.
Dia pun merekomendasikan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 9.850 per saham, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 6.000 per saham, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dengan harga Rp 11.400 per saham, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan harga Rp 6.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News