Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas manufaktur di Indonesia masih ekspansif di bulan Desember 2021. IHS Markit mencatat, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia bulan Desember 2021 berada di posisi 53,5. Pada bulan November 2021, IHS Markit berada di posisi yang lebih tinggi, yakni 53,9.
Kendati mencetak penurunan, indeks manufaktur masih berada di atas 50 poin. Artinya, aktivitas manufaktur di Indonesia masih ekspansif.
Head of Investmen Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana berpendapat, capaian PMI Manufaktur Indonesia di bulan Desember itu masih bisa dipandang positif. Apalagi, apabila melihat kembali di akhir tahun 2021 ini, banyak ketidakpastian menyelimuti.
Di antaranya, kabar mengenai rencana pemerintah menerapkan PPKM level III secara serentak di berbagai wilayah di Indonesia ketika momentum Natal dan Tahun Baru. Selain itu, mulai muncul kekhawatiran penyebaran varian baru Covid-19, Omicron.
"Sebetulnya ekspektasi dari investor itu justru akan turun di bawah 53 awalnya. Jadi ketika angka yang ke luar 53,5 ini sesuatu yang positif," ungkap Wawan kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Baca Juga: Ditutup naik 0,45%, Penguatan IHSG Pada Awal Tahun Masih Akan Berlanjut
Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Sekurtias Okie Ardiastama berpendapat, melorotnya indeks manufaktur Indonesia diperberat oleh tingginya bahan baku dan biaya energi sehingga mendorong naiknya biaya output.
Di sisi lain, konsumsi masyarakat pada bulan Desember belum menunjukkan perbaikan.
Hal tersebut juga dipandang sebagai tantangan bagi industri dalam melakukan ekspansi yang lebih agresif di kuartal I-2022. Padahal secara historis, permintaan dan produksi dari domestik sudah menunjukkan perbaikan selama empat bulan secara berturut-turut.
Oleh karena itu, penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi di kuartal I 2022 menjadi kunci PMI Manufaktur dalam melanjutkan ekspansinya.
"Kami melihat di kuartal I 2022 ini PMI Manufaktur masih berada di level ekspansif, namun diproyeksikan lebih rendah dibandingkan bulan Desember 2021," ujar Okie kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Lebih lanjut, hilirisasi dari industri dalam negeri dinilai dapat mendorong kinerja manufaktur dan ekspor dalam beberapa bulan ke depan. Ini seiring naiknya permintaan asing dan juga potensi kenaikan harga komoditas pada kuartal I-2022.
Sementara itu, Wawan memproyeksikan aktivitas manufaktur masih akan bertahan di level ekspansif atau di atas posisi 50. Ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang diprediksi terus membaik. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 bisa mencapai 4,7% hingga 5,5%.
Adapun varian baru Omicron belum akan berpengaruh siginifikan terhadap aktivitas manufaktur. Pelaku pasar cenderung melihat penyebaran varian pasca momentum Natal dan Tahun baru.
Di sisi lain, Wawan melihat, pemerintah terlihat lebih siap dan tanggap dalam mengatasi penyebaran virus ini di Indonesia.
Emiten manufaktur yang menggeliat
Melihat aktivitas manufaktur yang masih punya peluang ekspansif ke depan, beberapa emiten memiliki prospek menarik di masa mendatang. Wawan mencermati ICBP, ASII, dan SMGR akan mengalami pemulihan kinerja.
Oleh karenanya, tiga saham itu layak untuk investasi dalam jangka panjang, khusunya untuk ICBP dan ASII. Target harganya, Rp 9.000 per saham untuk ICBP, Rp 6.400-Rp 6.500 per saham untuk ASII, dan Rp 8.000 per saham untuk SMGR.
Ia menjelaskan, pemulihan ekonomi akan berdampak pada emiten seperti ICBP dan SMGR. Perbaikan ekonomi akan mendorong daya beli yang akhirnya berdampak pada emiten barang konsumen seperti ICBP.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi juga akan memacu perbaikan sektor lain seperti properti dan konstruksi. Adapun penjualan semen akan terpengaruh dari permintaan sektor-sektor tersebut.
Baca Juga: Masih Ekspansif, PMI Manufaktur Indonesia Ungguli Thailand dan China
Sementara, ASII akan tertopang penjualan kendaraan yang diprediksi semakin meningkat tahun ini. Kondisi ini tidak terlepas dari rencana insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang masih akan berlanjut.
Lini bisnis ASII yang lain yang tengah prospektif juga akan menopang kinerjanya tahun ini, misalnya saja Cruder Palm Oil (CPO) melalui AALI.
Okie menambahkan, emiten consumers non cyclical yang berada pada food & beverages berpotensi mengalami perbaikan pada tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi global yang dinilai berdampak pada pemulihan kinerja dari emiten. Ia merekomendasikan buy saham ICBP dengan target harga Rp 9.350 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News