Reporter: Nadya Zahira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan manajer investasi, PT Schroder Investment Management Indonesia dikabarkan bakal menjual perusahaan dan Schroder pusat telah sebarkan undangan penawaran.
Konon, salah satu yang sedang menjajaki untuk membeli perusahaan tersebut adalah BNI Asset Management (BNI AM). Selain itu, dikabarkan bahwa Schroder mengincar nilai transaksi penjualan sebesar US$ 100 juta, sekitar 20 kali-25 kali EBITDA.
Menanggapi hal ini, CEO Pinnacle Investment, Guntur Putra menilai bahwa aktivitas aksi korporasi M&A (Merger dan Akuisisi) di industri Manajemen Investasi (MI) atau Asset Management di Indonesia masih menarik, mengingat potensi pertumbuhan industri masih cukup besar.
Baca Juga: AUM Industri Reksadana Capai Rp 503,49 Triliun Per September 2024
“Di mana, pada saat ini ratio total asset under management (AUM) industri atau GDP masih di bawah 5%, mungkin di kisaran 3% sampai4% dan jika dibandingkan dengan negara berkembang seperti India maupun negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, ini masih jauh sekali,” kata Guntur, kepada KONTAN, Senin (21/10).
Selain itu, Guntur mengatakan bahwa secara umum, prospek bisnis dan industri Manajemen Investasi atau Asset Management di Indonesia juga masih sangat menarik dan memiliki potensi untuk tumbuh dan lebih berkembang lagi, meskipun ada penurunan dalam pertumbuhan dana kelolaan reksadana di beberapa waktu terakhir ini.
“Jadi potensi pertumbuhan industri masih memiliki daya tarik untuk akuisisi meskipun ada penurunan dalam pertumbuhan dana kelolaan reksadana,” imbunya.
Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana April – September Meningkat, Masuk ke Pasar Uang dan Obligasi
Menurut dia, hal tersebut disebabkan oleh potensi jangka panjang yang masih ada di pasar, terutama dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya investasi dan perencanaan keuangan.
Selain itu, Guntur bilang, inovasi produk dan teknologi dalam sektor ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan yang baru.
Ditambah, Guntur mengungkapkan bahwa bisnis MI masih cukup bertumbuh positif, walaupun dalam beberapa tahun terakhir ini industri manajer investasi juga mengalami beberapa tantangan tersendiri dengan berubahnya landscape berinvestasi di Indonesia.
“Adanya alternatif instrumen seperti SRBI, Aset Digital dan juga faktor-faktor seperti pengetatan peraturan OJK tentu membuat pelaku pasar menyesuaikan dengan kondisi regulasi terbaru,” kata dia.
Baca Juga: Presdir BNP Paribas AM Maya Kamdani Andalkan Reksadana Untuk Kebutuhan Finansial
Di samping itu, Guntur menilai, meskipun ada pandangan bahwa aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlalu berlebihan dan ketat untuk industri MI, namun secara umum aturan ini dirancang untuk melindungi investor dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam bisnis ini.
“Jadi, meskipun terdengar berlebihan, tujuannya adalah untuk kebaikan industri secara jangka panjang,” tandanya.
Selanjutnya: Ini Fokus Menteri UMKM Maman Abdurrahman dalam 100 Hari ke Depan
Menarik Dibaca: Rutin Minum Air Kelapa, Ini 7 Hal yang Tubuhmu Akan Rasakan Setiap Harinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News