Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kecaman Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan India yang baru serta kejadian di Kashmir berdampak panjang. India kemudian membatasi impor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) Malaysia.
India sebagai salah satu negara pembeli CPO terbanyak di dunia tentu kehilangan salah satu sumber pasokan setelah pembatasan impor ini. Indonesia sebagai salah satu produsen CPO tentu mendapatkan angin segar dari kondisi ini.
“Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan momentum ini dan mengambil keuntungan. Sebab terdapat ruang besar yang ditinggalkan Malaysia, dan Indonesia bisa mengisi ruang tersebut,” jelas analis PT Asia Trade Futures Deddy Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (26/1).
Baca Juga: Konflik India-Malaysia tak kunjung membaik, harga CPO terus tertekan
Deddy menambahkan, sentimen positif memang tengah menerpa CPO Indonesia. Hanya saja pemerintah saat ini tengah getol menerapkan program B30. B30 merupakan bahan bakar perpaduan 70% solar dan 30% fatty acid methyl ester (FAME) yang dibuat dari olahan kelapa sawit. B30 diperkirakan menyerap 10 juta ton CPO untuk proses pembuatannya.
“Oleh sebab itu kita harus lihat seperti apa implementasi B30 ini. Sebab pemerintah sudah mencanangkan untuk menggunakan B50 pada 2021 mendatang,” papar Deddy.
Sementara analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menilai Indonesia memang diuntungkan dengan kondisi tersebut. Tapi dia menyebut Indonesia harus siap menerima konsekuensi jika ingin mengambil untung dari kondisi ini.
Baca Juga: Malaysia akan mengimpor gula lebih banyak dari India untuk redakan kisruh soal CPO
“Dengan Indonesia yang sedang berusaha meningkatkan penggunaan biodiesel, mau tidak mau harus memotong sebagian ekspor produk olahan kelapa sawit. Hal ini harus dilakukan jika memang ingin menjual lebih banyak kelapa sawit ke India,” terang Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News