kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indomie sabet lagi gelar merek terpopuler, begini nasib saham ICBP dan INDF


Jumat, 18 Juni 2021 / 01:31 WIB
Indomie sabet lagi gelar merek terpopuler, begini nasib saham ICBP dan INDF
ILUSTRASI. Aneka rasa Indomie terbaru


Reporter: Barly Haliem, Nur Qolbi, Sugeng Adji Soenarso | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indomie, merek mi instan buatan PT Indofood CBP Tbk (ICBP), kembali didaulat sebagai merek produk paling populer di Indonesia. Indomie juga didapuk sebagai merek paling populer nomor 7 dunia.

Kesimpulan tersebut tertuang dalam Brand Footprint Indonesia 2021 dan Global Brand Footprint 2021 yang dirilis oleh Kantar, pekan ini. Kantar merupakan perusahaan konsultan dan penyedia data yang berbasis di Inggris.

Baca Juga: Kinerja Mayora Indah (MYOR) kuartal kedua 2021 akan terangkat bulan Ramadan

Kantar menyatakan, studi tentang merek paling popular di Indonesia mencakup 97% dari total rumah tangga baik di kota besar, kota kecil, dan daerah lainnya. Cakupan studi itu merepresentasikan 68 juta rumah tangga di Indonesia.

Venu Madhav, General Manager Kantar Indonesia, Worldpanel Division menjelaskan, tahun 2020 merupakan tahun yang menantang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Banyak industri yang harus melewati jalan terjal untuk bertahan dan tumbuh di tengah tantangan pandemic Covid-19.

Indomie, produk mie instan dari Grup Indofood, dinilai sebagai salah satu produk yang mampu bertahan dan melewati tantangan pandemi Covid-19.

Dan secara umum, “Industri fast-moving consumer goods (FMCG) mampu melewati berbagai tantangan dengan cara menerapkan strategi-strategi yang berfokus pada kebutuhan konsumen yang dinamis dan juga terus berkembang,” kata Venu, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/6).

Adisti Bramanti, Commercial Director Kantar Indonesia, Worldpanel Division menjelaskan,  tingkat popularitas merek diurutkan berdasarkan Consumer Reach Point (CRP). CRP merupakan matriks yang mengkalkulasikan jumlah rumah tangga yang membeli merek tertentu (penetrasi) dengan berapa kali merek tersebut dibeli (pilihan konsumen).

“Untuk meningkatkan CRP dalam keadaan yang fluktuatif di masa pandemi tentunya dibutuhkan strategi yang adaptif terhadap konsumennya; baik dari segi preferensi manfaat produk, ketersediaan produk di tempat perbelanjaan, kesesuaian harga dan ukuran kemasan,” kata Adisti.

Baca Juga: Kekayaan Grup Salim per Senin (14/6) di pasar saham capai sekitar Rp 175,32 triliun

Dari hasil CRP itulah, Indomie tercatat sebagai merek paling popular di Indonesia. Indomie buatan ICBP ini memiliki CRP sebesar 2,19 miliar.

Di posisi kedua ada merek detergen So Klin dengan CRP 1,87 miliar, sementara posisi ketiga dipegang merek Mie Sedaap dengan CRP sebesar 1,79 miliar. So Klin dan Mie Sedaap merupakan produk buatan Grup Wings asal  Surabaya, Jawa Timur.

Bagaimana prospek saham ICBP dan INDF? Simak ulasan berikut >>

Prospek saham ICBP

Selama ini, Indomie merupakan tulang punggung pendapatan ICBP. ICBP merupakan anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Selain Indomie, Grup Indofood memiliki sejumlah merek mie instan. Misalnya, Supermi, Sarimi, Pop Mie, Sakura dan Mi Telur Cap 3 Ayam. 

Menurut kalkulasi KONTAN, tahun lalu, ICBP diperkirakan menjual sekitar 13 miliar bungkus mi instan, mayoritas dari penjualan dari Indomie. Indomie menguasai lebih dari 70% pangsa pasar mi instan Indonesia. Di tingkat dunia, Indomie mencuil sekitar 12,3% pangsa pasar mi instan global.

Nah, sepanjang tahun lalu, total nilai penjualan mi instan ICBP mencapai Rp 31,97 triliun, naik sekitar 15,4% secara tahunan. Kenaikan penjualan mi instan ini mendorong margin laba kotor ICBP sebesar 38,4%.

Kenaikan penjualan mi instan juga mendongkrak margin laba sebelum bunga dan pajak atau earning before interest and taxes (EBIT) mi instan ICBP sebesar 26,39%.

Baca Juga: Nilai bisnis layanan data center diproyeksikan bisa sampai US$ 4 miliar di tahun 2026

Menurut Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma dalam risetnya tanggal 8 Juni 2021, level tersebut merupakan yang tertinggi setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir.

Secara umum, penjualan bersih ICBP sepanjang tahun 2020 naik 10,3% yoy menjadi Rp 42,3 triliun. Sepanjang tahun lalu, laba bersih Indofood CBP juga melesat menjadi Rp 6,6 triliun atau naik sekitar 30,72% dari laba bersih tahun 2019 yang senilai Rp 5,03 triliun.

Oleh karena itu, Suria mempertahankan rekomendasi buy untuk saham ICBP dengan target harga Rp 12.000 per saham. Target harga ICBP versi Suria mencerminkan price earning ratio (PER) 21,9 kali.

Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (17/6), harga saham ICBP turun Rp 50 atau 0,61% menjadi Rp 8.125 per saham. Sejak awal tahun, harga saham ICBP turun 15,14%, dan tercatat minus 16,24% dibanding dengan harga ICBP setahun lalu.

Prospek saham INDF

Sementara kinerja INDF, induk usaha ICBP, juga moncer sepanjang tahun 2020. Selama ini ICBP menopang sekitar 42% terhadap total pendapatan INDF.

Tahun lalu, INDF mencatatkan pendapatan sekitar Rp 81,7 triliun atau tumbuh 6,7% secara tahunan. Di periode yang sama, INDF menangguk laba bersih sekitar Rp 6,4 triliun atau melonjak 31,5% secara tahunan.

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Putu Chantika memproyeksikan, tahun ini penjualan Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) masih kuat. Kenaikan penjualan mi instan dan lini bisnis agribisnis akan menopang kekuatan penjualan INDF.

Oleh karena itu, "Kami mempertahankan rekomendasi buy INDF dengan target harga Rp 8.000 per saham,” tulis Chantika dalam riset yang dirilis April lalu.

Namun, kata Chantika, ada sejumlah risiko yang bisa mempengaruhi target harga INDF. Risiko tersebut adalah melemahnya rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga bahan baku, serta pemulihan ekonomi yang lambat.

Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (17/6), harga saham INDF turun Rp 25 atau 0,40% menjadi Rp 6.250 per saham. Sejak awal tahun, harga saham INDF turun 8,76%, dan tercatat minus 4,94% dibanding dengan harga INDF setahun lalu.

Selanjutnya: Kekayaan Grup Salim per Senin (14/6) di pasar saham capai sekitar Rp 175,32 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×