Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan perdagangan sesi I, Jumat (26/12), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih menempati peringkat satu nilai kapitalisasi pasar terbesar yaitu mencapai Rp 823,48 triliun.
BBCA sendiri tercatat terus menjadi emiten dengan nilai kapitalisasi terbesar sejak tahun lalu.
Baca Juga: Makin tergeser, HMSP masih masuk daftar 10 emiten dengan market cap terbesar
Sementara, pada periode yang sama, saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) terdepak digantikan oleh PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Adapun nilai kapitalisasi BRPT tercatat mencapai Rp 133,97 triliun. Sedangkan nilai kapitalisasi ICBP tercatat Rp 131,49 triliun.
"Salah satu alasannya karena valuasi ICBP yang sudah tinggi dan profit taking sehingga tekanan jual tinggi, harga pun turun," jelas analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas kepada Kontan, Jumat (26/12).
Pekan lalu, harga ICBP ditutup di level Rp 11.175 atau melemah 0,89%. Adapun, price earning ratio (PER) ICBP tercatat 25,17 kali dan price book value ratio (PBVR) mencapai 5,44 kali.
Baca Juga: Kinerja IHSG sepanjang tahun ini kurang memuaskan, bagaimana tahun depan?
Selain ICBP, sejatinya ada saham lain yang juga ikut terdepak bila dilihat sejak kuartal III-2019. Saham tersebut adalah PT Gudang Garam Tbk (GGRM), yang digantikan oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Nilai kapitalisasi pasar TPIA saat ini menapai Rp 187,7 triliun.
Sukarno menjelaskan, terdepaknya GGRM juga disebabkan oleh adanya aksi profit taking lantaran harga saham rokok tersebut sudah tergolong mahal.
Selain itu, emiten rokok juga tengah tertekan sentimen negatif kenaikan cukai yang berlaku tahun depan. Pasalnya, kapitalisasi pasar PT H M Sampoerna Tbk (HMSP) juga ikut tergerus.
"Dan beriringan salah satu sentiman tadi TPIA yang akan membangun pabrik untuk anak usahanya," jelas dia.
Baca Juga: Raup pendapatan US$ 1,77 miliar, laba Barito Pacific (BRPT) turun 78% di kuartal III
Beberapa waktu lalu, TPIA telah meresmikan pengoperasian pabrik baru polyethylene senilai US$ 380 juta atau setara Rp 5,3 triliun. Selain itu, TPIA juga dikabarkan berencana membangun kompleks pabrik baru dengan nilai investasi US$ 5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun.
Dengan kondisi yang demikian, dari 10 besar emiten yang memiliki nilai kapitalisasi terbesar tersebut, Sukarno menyarankan untuk mengoleksi saham yang cenderung murah. Meski sejatinya, ada saham yang tergolong mahal yaitu BBCA layak untuk dikoleksi.
Baca Juga: Barito Siapkan Capex US$ 536 Juta
"Untuk yang lainnya mungkin bisa menunggu harga murah kembali atau bisa gunakan momentum teknikal untuk buyback," ujar Sukarno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News