Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatat penjualan semen sebanyak 3,9 juta ton per kuartal I 2025.
Corporate Secretary INTP, Dani Handajani mengatakan, perseroan juga mempertahankan pangsa pasar di level 30,1% hingga Maret 2025.
“Awal tahun diakui perseroan merupakan musim yang lesu untuk bisnis semen, karena masalah cuaca dan ditambah dengan bulan Ramadan dan libur Idulfitri,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (17/4).
Walaupun jumlah volume Indocement per kuartal I menurun 5,9% dibandingkan kuartal I 2023, tetapi performa volume industri menurun lebih tinggi lagi pada periode ini, yaitu 7,8%.
“Hal ini menunjukan bahwa performa Indocement lebih baik dari performa industri semen,” kata Dani.
Baca Juga: Indocement (INTP) Siapkan Rp 2,25 Triliun untuk Buyback Saham, Dimulai Mei 2025
INTP pun menyambut baik keputusan pembukaan kembali anggaran untuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di tahun 2025.
Sebelumnya, anggaran untuk proyek IKN sempat yang terdampak program efisiensi anggaran. Namun, pemblokiran itu sudah dibuka kembali usai mendapatkan persetujuan dari Komisi V DPR RI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Pagu anggaran Otorita IKN dan usulan penambahan anggaran Rp 8,1 triliun juga resmi difinalisasi oleh Presiden Prabowo.
Dani memaparkan, keputusan tersebut menjadi angin segar untuk produsen semen di Indonesia. Sebab, dimulainya kembali pembangunan IKN akan mampu mendorong permintaan semen di Pulau Kalimantan yang selama kuartal I 2025 mengalami penurunan.
“Namun, permintaan semen di IKN tahun ini diprediksi tidak akan sebanyak tahun 2023-2024 lalu,” paparnya.
Alhasil, masalah oversupply kemungkinan masih akan menghantui industri semen di tahun 2025.
Menurut Dani, memecahkan masalah oversupply semen di Indonesia tidak hanya bisa bertumpu dengan menambah proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, tetapi juga membutuhkan konsistensi dalam penerapan beragam peraturan pemerintah.
“Seperti, pelarangan impor semen dan klinker serta moratorium pembangunan pabrik semen baru di seluruh wilayah Indonesia,” ungkapnya.
Baca Juga: Kinerja Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Masih Prospektif, Simak Rekomendasinya
Tantangan lain yang dihadapi oleh INTP adalah menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Hal ini berdampak secara langsung terhadap peningkatan biaya operasional perusahaan, terutama kepada biaya energi.
“Sumber energi industri semen masih didominasi dari batubara dan harga acuan batubara terpengaruh dari nilai tukar dolar AS,” tuturnya.
Selanjutnya: Aturan Kenaikan Royalti Nikel Disahkan, Penambang Siapkan Strategi Efisiensi
Menarik Dibaca: Manfaat Konsumsi Kunyit untuk Mengobati Asam Lambung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News