Reporter: Aris Nurjani | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja obligasi global tengah merosot. Mengutip data Bloomberg, Global Aggregate Total Return Index yang mengukur kinerja surat berharga pemerintah, obligasi korporasi global, berada di level 418,81 atau turun 21,43% secara year to date (ytd).
Namun, pelemahan kinerja obligasi global tersebut sejauh ini belum tercermin di kinerja obligasi korporasi dalam negeri. Ini terlihat dari Indobex Corporate Bond Total Return, indeks yang mengukur kinerja obligasi korporasi yang berada di level 382,8805 atau naik 4,03% (ytd) pada Senin (17/10).
President dan CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan, Global Aggregate Total Return Index merupakan tolak ukur atau benchmark untuk investment grade government bond dan corporate Bond. Jadi ini merupakan salah satu benchmark yang popular digunakan untuk mengukur kinerja obligasi negara dan obligasi korporasi global.
"Penurunan kinerja karena tren dari kebijakan kenaikan tingkat suku bunga yang diterapkan oleh bank-bank sentral dunia," jelas Guntur kepada Kontan saat dihubungi, Senin (17/10).
Baca Juga: Lelang SUN, Selasa (11/10), Pemerintah Sedot Dana Rp 8,22 Triliun
Global Aggregate Total Return Index yang terkoreksi dalam tersebut, kata Guntur, akan berdampak juga terhadap pasar obligasi dalam negeri. Sebab faktor global makro dan kebijakan The Fed dalam menaikkan suku bunga juga membuat Bank Indonesia (BI) melakukan penyesuaian terhadap suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Dengan naiknya tingkat suku bunga, yield dari obligasi juga akan naik dan harga obligasi akan tertekan.
Kata Guntur, efek ke kinerja obligasi korporasi sejauh ini tidak terlalu signifikan karena dari tingkat likuiditas dan volume transaksi di pasar sekunder untuk obligasi korporasi dalam negeri tidak sebesar obligasi negara.
Dalam kondisi seperti saat ini, banyak investor yang lebih memilih obligasi korporasi untuk “buy and hold”.
Guntur menambahkan, prospek obligasi korporasi masih cukup baik ke depannya, karena dari sisi emiten juga masih banyak yang perlu pendanaan. Namun di tengah tren kenaikan suku bunga, cost of borrowing tentunya lebih tinggi. Sementara, perkiraan kupon obligasi akan tergantung dari kualitas kredit masing-masing emiten juga dan jangka waktu.
"Sebagai patokan mungkin untuk rating AAA penerbitan obligasi korporasi dengan tenor 3 tahun mungkin untuk kondisi sekarang masih di range 6,75-7%," kata dia.
Guntur menyarankan dalam kondisi saat ini, dalam memilih instrumen obligasi untuk investasi, investor harus menyesuaikan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing.
"Untuk spesifik di obligasi korporasi, tentunya jangan dilihat kupon atau yield-nya saja. Tetapi perlu dipahami dari sisi kualitas kredit masing-masing issuers," jelasnya.
Baca Juga: Yield US Treasury Naik, Prospek SBN Masih Positif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News