kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks agrikultur turun 5,92%, analis memprediksi prospek saham CPO masih cerah


Rabu, 08 Januari 2020 / 21:00 WIB
Indeks agrikultur turun 5,92%, analis memprediksi prospek saham CPO masih cerah
ILUSTRASI. Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun 2020 ini, indeks saham sektor agrikultur mencatatkan penurunan terdalam, yakni 5,92% hingga Rabu (8/1). Padahal, indeks ini sempat menorehkan kenaikan tertinggi dibanding sektor lainnya, yakni 3,23% pada perdagangan Kamis (26/12) dan berlanjut naik 2,89% pada Jumat (27/12). 

Analis Artha Sekuritas Nugroho Fitriyanto mengatakan, penurunan harga saham-saham agrikultur ini disebabkan oleh penurunan harga jual minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). 

"Kami lihat untuk koreksi tersebut masih dalam kategori wajar setelah kenaikan yang sangat signifikan," kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/1). 

Sementara itu, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana berpendapat, penurunan ini hanya didorong aksi ambil untung atau profit taking investor. Pasalnya, harga saham-saham CPO sudah naik signifikan pada akhir 2019 bersamaan dengan tren window dresssing. 

Baca Juga: Lima perusahaan akan IPO pada Januari 2020, mana yang menarik?  

Untuk jangka panjang, Wawan memprediksi harga saham-saham agrikultur ini akan kembali naik, mengingat program campuran biodiesel sebanyak 30% (B30) dalam bahan bakar minyak jenis solar telah berlaku. "Dengan pemberlakuan ini, maka konsumsi akan naik dan harga jual CPO dapat membaik pada tahun ini," ucap dia. 

Nugroho menambahkan, saham-saham CPO juga masih berpeluang menguat karena terdorong oleh program B20 yang akan dijalankan Malaysia mulai Februari 2020. Dengan begitu, hal ini akan meningkatkan konsumsi domestik di masing-masing negara.

"Kenaikan harga CPO juga masih akan ditopang oleh penurunan inventory level dari Malaysia karena musim hujan yang terlambat datang pada 2019 membuat produksi akan terpengaruh dalam enam bulan ke depan," kata Nugroho. 

Apalagi, Malaysia masih mencatatkan pertumbuhan ekspor sebesar 13% sepanjang sebelas bulan pertama tahun lalu. Kemudian, penurunan inventory ini juga didorong oleh permintaan India yang naik dua kali lipat pada 2019, serta potensi kenaikan impor CPO India dari Malaysia pada tahun ini karena adanya penurunan import tax dari India.

Untuk itu, Nugroho merekomendasikan investor jangka menengah dan panjang dapat berinvestasi pada saham-saham CPO. Dia menyarankan pelaku pasar untuk memperhatikan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Selain karena tergolong big caps, menurut dia, kedua perusahaan ini memiliki extraction rate CPO yang lebih baik dari emiten sejenis lainnya.

Baca Juga: Jeblok tahun lalu, saham sektor barang konsumsi diprediksi rebound tahun ini

Wawan juga menyarankan investor untuk mengoleksi AALI dan LSIP. "Berdasarkan laporan keuangannya, AALI paling sehat karena utangnya kecil sekali," ucap dia. 

Ia memasang target harga AALI pada Rp 14.500 per saham. Per perdagangan Rabu (8/1), saham AALI ditutup melemah 0,56% ke Rp 13.325 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×