Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2019, indeks saham sektor barang konsumsi (consumer goods) tertekan paling dalam, terkoreksi hingga 20,11%. Lebih buruk bila dibandingkan tahun 2018 yang terkoreksi 10,21% ytd.
Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan tekanan tersebut sejalan dengan survei indeks keyakinan konsumen (IKK) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Dia menjelaskan, memasuki bulan Juni hingga Oktober 2019, IKK terus menurun. Hingga pada Oktober 2019 berada di level terendah dalam dua tahun terakhir yaitu sebesar 118,4.
Baca Juga: Sektor saham ini diprediksi bakal bersinar dan meredup pada tahun depan
Dari sisi pasar saham, Sukarno mengatakan tekanan tersebut muncul antara lain dari saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang turun 5,73% selama 2019, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) merosot 42,59%, saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melamah 36,62%, saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) turun 21,76% dan saham PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) yang melemah 19,47% di sepanjang 2019.
“Penurunan pada saham UNVR inline dengan kinerja yang mengalami penurunan, hingga kuartal III 2019 laba UNVR turun 25% secara tahunan. Sedangkan HMSP dan GGRM anjlok lebih dikarenakan sentimen negatif berupa rencana kenaikan tarif cukai,” jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Selasa (31/12).
Kendati sepanjang tahun 2019 sektor barang konsumsi masih tertekan, Sukarno melihat, pada tahun ini justru ada peluang positif. Ini sejalan dengan IKK pada November 2019 yang kembali naik ke level 124,2. “Di samping itu juga sentimen positif datang dari kenaikan komoditas agrikultur, secara tidak langsung dapat memicu konsumsi yang meningkat,” ujar Sukarno.
Sementara itu, Analis BNI Sekuritas William Siregar melihat saham sektor barang konsumer di tahun 2020 masih cukup menantang. Dia melihat tantangan tersebut berasal dari inflasi yang akan lebih tinggi dari yang diharapkan.
Baca Juga: Sambut January effect 2020, berikut rekomendasi analis
Naiknya inflasi tersebut diperkirakan dari adanya kenaikan iuran BPJS, kenaikan cukai rokok dan kenaikan tarif beberapa ruas jalan tol.
“Jadi kami pikir konsumen akan menahan spending mereka, dan akan berdampak ke sektor barang konsumsi, termasuk Unilever. Secara bisnis challenging,” jelas William.