Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
Tetapi Howie Lee, Ekonom di OCBC Singapura mengatakan, kesepakatan terakhir telah jatuh jauh dari harapan pasar untuk perpanjangan tiga bulan pengurangan output.
Dia bilang, kedua tolok ukur akan membutuhkan faktor-faktor bullish yang lebih kuat untuk mendorong harga kembali seperti sebelum tanggal 6 Maret lalu.
"Ada celah besar di sana. Investor perlu keyakinan yang kuat untuk beralih dari US$ 43 ke tingkat sebelum pelemahan dimulai," kata Lee, merujuk pada harga Brent yang di atas US$ 50 per barel.
Harga minyak yang sempat sangat murah memang telah menarik pembeli China untuk meningkatkan impor. Pembelian oleh importir minyak mentah terbesar di dunia itu naik ke level tertinggi sepanjang masa dengan 11,3 juta barel per hari di bulan Mei.
Baca Juga: Hingga tengah siang, harga emas spot masih naik di US$ 1.690,15 per ons troi
Lee menambahkan, langkah OPEC+ untuk memperpanjang pemotongan hingga Juli, bagaimanapun, diperkirakan akan menyebabkan defisit pasokan pada Oktober, membantu harga dalam jangka panjang.
Pelaku pasar sekarang mengamati kepatuhan di antara anggota OPEC seperti Irak dan Nigeria, yang masih melebihi kuota produksi pada Mei dan Juni.
Belum lagi pasokan Libya diperkirakan bisa segera naik setelah dua ladang minyak utama telah dibuka kembali setelah berbulan-bulan blokade yang mematikan sebagian besar produksi negara itu.
"Potensi pengembalian output Libya juga dapat menyebabkan tantangan besar bagi kepemimpinan OPEC," kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News