Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.148,97 di akhir bulan Mei, Selasa (31/5), melorot 1,10% dibandingkan penutupan di akhir April 2022 yang berada di level 7.228,914
Pergerakan IHSG pada Mei 2022 sempat melorot selama sepekan berturut-turut, 9-13 Mei 2022. IHSG pun sempat menyentuh level terendahnya di 6.509,87 di bulan lalu. Mengutip data RTI Business, level tersebut juga menjadi yang terendah sejak awal tahun 2022.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo mengamati, IHSG yang melorot di bulan Mei diperberat oleh pengumuman kenaikan suku bunga The Fed dan data inflasi Amerika Serikat (AS) yang cukup tinggi. Akhirnya, aksi panic selling di minggu kedua Mei itu memberatkan pergerakan IHSG selama sebulan.
Tidak jauh berbeda, Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mencermati, pelemahan IHSG yang terjadi pasca libur panjang Lebaran memang memberatkan gerak IHSG di bulan lalu. Kenaikan suku bunga the Fed dalam rangka pengetatan moneter yang lebih agresif menjadi pemicu utamanya.
"Tingkat inflasi yang tinggi memaksa the Fed untuk mengeluarkan kebijakan pengetatan moneter yang lebih agresif, hal ini dikhawatirkan akan mendorong ekonomi ke dalam resesi," jelas Pandhu kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjutkan Rally Penguatan pada Kamis (2/6)
Kenaikan suku bunga The Fed berdampak pada capital outflow dari emerging market, termasuk Indonesia yang sempat terjadi aksi jual bersih investor asing atau foreign net sell hingga Rp 9 triliun pada minggu pertama pasca libur Lebaran. Kondisi inilah yang memicu IHSG terjun dari level 7.228 ke level terendah di 6.509, sebelum akhirnya kembali ke level 7.148.
Seiring dengan capital outflow yang masif merespon kenaikan suku bunga the Fed, saham-saham bigcaps banyak dilepas asing sehingga harganya melorot dan menjadi saham pemberat IHSG atawa laggard. Mengutip data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), saham-saham laggard di bulan Mei ada EMTK, TLKM, BBRI, BBCA, dan ARTO.
Menurut Pandhu, investor tidak perlu khawatir terhadap penurunan pada saham-saham bigcaps itu. Sebab, penurunannya bukan karena faktor fundamental dari kinerja keuangan atau prospek di masa mendatang. Oleh karenanya, koreksi yang terjadi diperkirakan hanya sesaat.
Dengan outlook yang cenderung positif, koreksi pada saham-saham besar itu justru bisa menjadi peluang untuk memperoleh posisi entry yang lebih baik.
Berdasar pergerakannya, Pandhu memperkirakan IHSG berpotensi mengalami penguatan ke depan. Ini selaras dengan pergerakan bursa global yang mulai positif.
Adapun kuatnya capital inflow yang terjadi dalam beberapa hari belakangan menunjukkan pasar yang kembali optimis.
Terkait suku bunga the Fed yang diperkirakan akan naik lagi sekitar 50 bps, sentimen tersebut memang menjadi perhatian pasar. Akan tetapi, yang lebih perlu diantisipasi, apabila the Fed mengerek suku bunga acuannya secara lebih agresif dari itu, misalnya hingga 75 bps.
"Kami melihat resistance IHSG berada di sekitar 7.300-7.350, peluang masih cukup terbuka untuk dicapai bulan Juni ini," jelas dia kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Asal tahu saja, di awal tahun ini Pandhu memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran level 6.300-7.750. Target IHSG hingga level 7.750 memungkinkan tercapai di akhir tahun, apalagi melihat pertumbuhan kinerja emiten di kuartal I 2022 ini mayoritas melebihi estimasi.
Adapun saham-saham perbankan besar seperti BBRI, BBCA, dan BMRI diperkirakan bisa menjadi penopang karena capital inflow sudah mulai kembali.
Sektor yang masih tertinggal seperti properti juga atraktif. Rata-rata saham sektor tersebut masih berada di area konsolidasi sehingga menarik untuk diperhatikan seperti BSDE, CTRA dan PWON. Target BSDE di kisaran Rp 980-Rp 1.050, CTRA di Rp 1.070-Rp 1.140, PWON di Rp 550-Rp 580, BBRI di Rp 4.760-Rp 4.980 dan BBCA di kisaran Rp 8.075-Rp 8.300.
Sektor pakan ternak juga cukup menarik karena sudah mulai bergerak menguat lepas dari konsolidasi seperti CPIN dengan target penguatan ke sekitar Rp 6.000-Rp 6.500.
Berkebalikan, William justru memperkirakan IHSG mengalami penurunan lanjutan di bulan Juni selama resistance di area 7.400 belum berhasil ditembus.
"Harga lebih berpotensi akan melanjutkan koreksinya menguji support kuat di area 6.400. Hal ini dapat disebabkan oleh kenaikan harga minyak bumi dunia yang dapat menyebabkan kenaikan harga-harga secara menyeluruh," kata William kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Kenaikan harga ini dapat membengkakkan beban perusahaan hingga berpengaruh ke performa keuangannya. Selain itu pergerakan harga komoditas lainnya juga berpotensi mempengaruhi penurunan IHSG ke depan. William pun memperkirakan IHSG menyentuh area 6.600-6.400.
Baca Juga: IHSG Melojak 1,58% ke 7.148 Pada Perdagangan Selasa (31/5), Net Buy Asing Rp 4,4 T
Terhadap saham laggard di bulan Mei ini, William melihat saham-saham tersebut sudah semakin terbatas kenaikannya dan berpotensi mengalami koreksi sehat. Sepengamatannya, selama beberapa tahun ke belakang, harga saham-saham tersebut secara konsisten ausH menguat.
" Para investor sebaiknya lebih berhati-hati untuk masuk ke saham-saham tersebut. Namun untuk para pelaku pasar yang ingin spekulasi bisa memanfaatkan momentum koreksi ini untuk mendapatkan profit dari potensi technical rebound yang ada," ujarnya, Rabu (1/6).
Adapun saham-saham yang menurutnya atraktif secara teknikal ada ANTM, ARTO, ASRI, BIRD, HMSP, JSMR, MBSS, PTPP, TINS, TKIM, UNVR, WIKA. Beberapa rekomendasinya, ARTO dengan support Rp 7.425 & target harga Rp 12.000, ASRI dengan support Rp 159 dan target harga Rp 175, BIRD dengan support Rp 1.500 dan target harga Rp 2.200.
Selain itu ada juga HMSP dengan support Rp 1.045 dan target harga Rp 1.250, TKIM dengan support Rp 6.775 dan target harga Rp 7.700, serta WIKA dengan support Rp 895 dam target harga Rp 1.150.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News