Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang melanjutkan penguatan di pekan ini. Sentimen yang akan menggerakan IHSG berasal dari dalam negeri, yakni dari hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan.
Sekedar mengingatkan, IHSG ditutup menguat 0,89% di akhir perdagangan Jumat (16/12) ke 6.812,19. Dengan pergerakan yang fluktuatif, secara mingguan IHSG melonjak 1,45%.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, menyoroti sejumlah faktor yang menopang IHSG di pekan lalu.
Pertama, bangkitnya sejumlah saham berkapitalisasi besar (bigc aps). Kedua, sentimen dari rilis data ekonomi seperti neraca perdagangan yang surplus selama 31 bulan beruntun.
Baca Juga: Ada Sentimen RDG BI Pekan Ini, Cermati Saham Rekomendasi Analis
Ketiga, sentimen global, terutama dari kebijakan suku bunga. Seperti diketahui, Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, resmi mengerek suku bunga sebesar 50 basis points (bps) pada kisaran 4,25% - 4,5%.
Aksi The Fed diikuti oleh beberapa bank sentral lainnya, seperti Bank Sentral Inggris (BoE) dan Bank Sentral Eropa (ECB) yang masing-masing menaikan suku bunga 50 bps menjadi di level 3,5% dan 2,5%.
"Kebijakan itu merespons tingkat inflasi yang masih tinggi walaupun melambat, namun masih di atas target masing-masing bank sentral," ujar Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (18/12).
Kebijakan suku bunga acuan juga bakal menjadi penentu arah IHSG di pekan ini. Adapun RDG BI akan digelar pada 21 - 22 Desember 2022. Ratih memproyeksikan BI akan menaikkan 25 bps - 50 bps, mengikuti kebijakan hawkish The Fed yang masih akan mengerek suku bunga hingga tahun depan.
Baca Juga: Intip Saham-Saham yang Banyak Diminati Asing Selama Sepekan Ini
Menurut Ratih, kenaikan suku bunga BI akan berdampak positif terhadap IHSG. Lantaran upaya ini dilakukan untuk mencegah capital outflow di pasar keuangan dan menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Sehingga imported inflation dapat diminimalisasi. Depresiasi nilai tukar rupiah berdampak negatif bagi emiten yang memiliki global bond dan emiten dengan bahan baku berbasis impor," terang Ratih.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan turut memperkirakan BI masih akan menaikkan suku bunga acuan di akhir tahun ini. Hanya saja, Valdy menaksir level kenaikan tidak akan agresif, yakni sebesar 25 bps.
Prediksi itu menimbang kecenderungan penurunan inflasi sejak Oktober 2022 dan nilai tukar rupiah yang terkonsolidasi di bawah Rp 15.750 per dolar AS. "Membuka ruang bagi BI untuk tidak seagresif pertemuan-pertemuan sebelumnya," imbuh Valdy.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro juga menaksir BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps ke level 5,5%. Langkah ini diambil untuk menurunkan inflasi dan menjaga stabilitas nilai rupiah.
Nico memprediksi kenaikan suku bunga BI akan menjadi sentimen positif untuk pasar saham. Lantaran kebijakan ini bisa tetap menjaga spread rate dengan suku bunga The Fed agar aliran dana asing tidak keluar.
Baca Juga: Asing Net Sell Saat IHSG Menguat di Akhir Pekan, Saham-Saham Ini Banyak Dijual
"Pasar sudah priced-in sentimen kenaikan suku bunga BI. Kondisi yang terjadi pada beberapa bulan ini, pasar selalu merespons positif kenaikan suku bunga acuan BI," terang Nico.
Arah IHSG Menuju Window Dressing?
Ratih menekankan, langkah BI untuk menjaga iklim investasi yang menarik dan stabilitas rupiah akan menentukan arah IHSG menjelang akhir tahun. Sehingga, ambles IHSG pada awal bulan Desember belum memupuskan peluang terjadinya window dressing.
Kalkulasi Ratih, IHSG saat ini bergerak pada support Rp 6.640 dan resistance di level 7.000. "Diharapkan pada sisa Desember capital outflow di pasar ekuitas menurun, sehingga window dressing masih dapat terwujud," ujar Ratih.
Valdy meneruskan, window dressing masih dimungkinkan terjadi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir, window dressing terindikasi baru terjadi pada pekan terakhir atau dua pekan penutup di bulan Desember.
Baca Juga: IHSG Naik 1,45% dalam Sepekan, Diwarnai Sentimen Eksternal
Sementara itu, level 7.000 masih mungkin ditembus IHSG pada akhir tahun 2022. Terutama jika didorong oleh rebound signifikan saham-saham bluechip seperti perbankan.